Langsung ke konten utama

Seorang Kakek di Sebuah Kedai Kafe

Sepasang kaki renta melangkah perlahan. Memasuki sebuah rumah makan bergaya tradisional. Jalannya sedikit terbungkuk dengan kopyah hitam menutupi rambut hitamnya. Satu menit kemudian, seorang pramusaji berkerudung hitam menghampirinya. Perempuan itu menunjukkan wajah ramahnya sambil bertanya keinginan Sang Kakek.

"Ada yang bisa kami bantu, Kek?" tanya pramusaji itu.

Tanpa berba-bi-bu lagi, kakek bercelana pendek selutut itu lantas menjulurkan selembar rupiah. "Tolong segelas teh hangatnya ya, Mbak," ujarnya sembari memberikan selembar uang dua ribu rupiah.

Tiga meter dari tempat kakek itu duduk, tiga orang perempuan tengah menunggu sajian makan malam yang telah dipesannya. Satu persatu hidangan makanan sampai di hadapan ketiganya. Tiga gelas Es Lemon Squash, tiga piring nasi lengkap dengan lauknya, Ayam, Tempe rica-rica dan Udang Asam Manis. Belum sampai hidangan-hidangan itu disantap, pramusaji lainnya datang dengan setampah menu lain. Clear soup, Cah Kangkung, dan empat buah Tempe Mendoan.

Tiga perempuan muda itu pun langsung menyantap hidangan yang sudah tersaji. Hingga salah seorang dari mereka menyaksikan pemandangan mengharukan itu. Seorang kakek yang datang seorang diri ke sebuah kedai kafe, dan tanpa banyak berkata ia hanya memilih untuk meminta segelas teh hangat. Sementara pengunjung lainnya bisa memilih beberapa menu makanan sekaligus untuk dinikmati.

Melihat tubuh renta Sang Kakek yang kelelahan, tiga perempuan itu pun sepakat memberikan salah satu menu makanannya pada kakek tersebut. Mereka berpikir, belum tentu sang Kakek mampu menjulurkan uang lebih untuk mendapatkan hidangan yang ditawarkan oleh kedai kafe itu. Namun saat salah seorang dari mereka menyerahkan makanannya, si Kakek hanya menerima sedikit dari hidangan itu. Selebihnya ia kembalikan lagi hidangan itu pada tiga perempuan yang telah berniat membantunya.

"Monggo Mbah, ini buat Mbah semua."

"Sudah, Mbak. Sudah cukup. Terima kasih," katanya. Lalu beranjak pergi ke tempatnya semula.

Tak berhenti di situ saja, ketiganya masih terus memperhatikan sang Kakek yang masih terduduk lesu. Lantas pramusaji yang sebelumnya menemui kakek itu, datang kembali. Ia kemudian bertanya adakah hal lain yang diinginkan Sang Kakek. Lelaki berumur tujuh puluhan itu hanya menjawab dengan gelengan kepala. Setelah sedikit berbasa-basi menawarkan makanan pada lelaki tua itu, pramusaji itu pun menanyakan dimana rumah Sang Kakek.

"Rumahnya di Purworejo. Mbahnya mau pulang tapi nggak tahu jalannya," kata salah seorang perempuan berjilbab biru yang sedari awal memperhatikannya, pada dua teman perempuan di hadapannya.

Serentak, kedua temannya pun menoleh ke belakang. Menyaksikan percakapan yang tengah berlangsung antara pramusaji dengan kakek tersebut.

"Mbah itu mau ke Gamping, tapi juga nggak tahu jalannya," kata perempuan itu lagi.

"Terus gimana? Apa kita antara saja, kan satu arah sama kita nanti," jawab temannya yang berjilbab ungu.

Teman lainnya yang berjilbab hitam pun menyetujui usulan tersebut. Ia pun menimpali jika Kakek itu bisa diantar oleh mereka bertiga, karena memang arah pulang mereka sama dengan arah yang hendak dituju oleh Sang Kakek.

Tapi kemudian ketiganya melihat pramusaji berjilbab hitam yang melayani kakek itu, berjalan mondar-mandir. Ia berbincang sejenak dengan seorang pria paruh baya, kemudian beranjak pergi lagi. Menemui teman-temannya di dapur kedai yang menghentikan sejenak ritual memasaknya. Lalu perempuan itu terlihat berbicara dengan dua petugas parkir di depan kedai. Seolah meminta salah seorang dari mereka untuk ikut membantu. Hingga pramusaji itu kembali menemui Sang Kakek.

"Mbah tunggu sebentar ya, nanti ada teman kami yang mau mengantarkan Mbah ke Gamping." kata pramusaji itu.

"Oh, nggak usah Mbak. Nggak perlu," jawab Sang Kakek.

Akhirnya, Sang Kakek pun menerima tawaran pramusaji yang telah berbaik hati padanya. Dengan raut wajah berseri, kakek itu bersabar menunggu pramusaji kembali. Pramusaji itu kemudian dengan sigap mencarikan orang yang bisa mengantarkan Sang Kakek ke Gamping. Saat kakek itu hendak beranjak pergi, pramusasji itu pun masih dengan cekatan menyiapkan dan menyerahkan sekotak makanan pada sang Kakek. Ia pun mengantar kakek tersebut hingga ke pintu depan kedai, sembari terus menatapnya hingga punggung lelaki renta itu hilang di tengah kebisingan malam.


(Sebuah kenangan kecil pada awal Februari 2015, saat bersama sahabat duduk bersama di sebuah kedai kafe, di Jogjakarta)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Posisi Duduk Seorang Ustad dan Dosen (Framing Foto)

Jadi sedikit tergelitik untuk berkomentar dan menganalisis posisi duduk antara seorang ustad dan dosen, khususnya saat mereka berhadapan dengan anak didiknya. Pikiran ini begitu saja terlintas saat tanpa sengaja saya melihat sebuah foto yang diposting di beranda facebook . Foto ini sebenarnya diposting oleh salah seorang ustad saya di pesantren. Fotonya masih fresh alias baru diposting beberapa jam yang lalu. Ini dia fotonya Dalam foto itu terlihat beberapa santriwan (sebutan untuk santri putra) yang sedang mengelilingi sang ustad. Mereka juga terlihat sedang menyimak salah seorang temannya yang mendapat tugas untuk membacakan penjelasan dalam buku panduan yang mereka pegang. Demikian pula yang dilakukan oleh sang ustad. Sang ustad tersebut juga menyimak santrinya yang sedang membaca kitab, sembari terus mendengar dengan seksama, apakah yang dibaca oleh santrinya tersebut tepat pelafalannya (karena biasanya yang namanya pesantren, mata pelajaran yang dipelajari rata-rata menggu...

Mengukir Senja Di Suramadu #Part 2

Lomba Blog "Ide Untuk Suramadu" Mencari Sudut Terindah Deru mesin pesawat Air Asia mulai terdengar bising disertai tangisan seorang anak kecil, yang mengaku telinganya kesakitan. Beberapa kali kursi yang kududuki ikut sedikit berguncang, saat moncong kemudian diikuti badan pesawat mulai menyentuh gumpalan-gumpalan awan putih. Ketinggian pesawat juga mulai menurun perlahan. Dua orang pramugara dan tiga pramugari mulai berdiri dari tempatnya duduk. Mereka mulai menyisir semua tempat duduk penumpang yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Sembari terus melempar senyum, mereka berkata ramah, " Bapak, Ibu, penumpang pesawat Air Asia mohon semua alat elektroniknya dinonaktifkan. Dalam waktu lima belas menit lagi kita akan segera melakukan pendaratan. Dan mohon sabuk pengamannya dikenakan kembali. Terima kasih. " *Kurang lebih begitulah kata-kata yang kudengar dari mereka. Tapi jika kurang, ya bisa ditambah-tambah sendiri. Kalau lebih, simpan saja dah ya kelebihan...

#ODOK 3# Kata-Kata Bijak Albus Dumbledore

  Siapa yang tak kenal tokoh satu ini. Perawakannya tinggi dan masih cukup kuat menyangga dirinya, walau sudah berusia ratusan tahun. Rambutnya yang putih disertai jambangnya yang panjang juga semakin menambah kebijaksanaannya. Ia juga merupakan penyihir terkuat di dunia dan sekaligus menjadi kepala sekolah di salah satu sekolah sihir ternama. Hogwarts. Siapakah tokoh yang saya maksudkan itu? Ya, dia adalah Albus Percival Wulfric Brian Dumbledore. Jikalau yang membaca tulisan ini adalah Anda-Anda pecinta dan penyuka novel maupun film Harry Potter, tentunya sudah sangat kenal bukan dengan tokoh itu?! Tapi di sini saya tidak akan banyak membahas tentang ciri-ciri maupun karakter Albus Dumbledore dalam novel maupun film Harry Potter . Saya hanya akan menuliskan satu persatu kata-kata bijak yang diucapkan oleh Dumbledore pada Harry. Kata-kata bijak tersebut saya dapatkan saat saya menonton film Harry Potter untuk kesekian kalinya. Saya katakan kesekian kalinya, sebab sudah tak te...