Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2014

# ODOK 6 # Dunia Menanti Kita

Bangsa kita ini ternyata masih dinantikan oleh bangsa lain! Sahabat semua masih ingat tidak dengan ulasan saya tentang buku Gara-Gara Indonesia?! Di sana saya ungkapkan bahwa dari buku GGI itu, kita tahu bahwa negara kita punya peran besar dalam perkembangan dunia. Punya andil besar dalam terbentuknya suatu negara.  Dan, hari ini, satu lagi yang saya tahu. Indonesia, memang masih dinanti. Ini saya tahu setelah beberapa jam yang lalu mendengarkan pemaparan dari Prof. Yang Seung-Yoon, Ph.D (Prof. Emeritus dari Hankuk University, Korea Selatan. _ jangan tanya apa itu Prof. Emeritus dan kenapa ada 2 gelar profesor, karena dalam makalahnya sudah tertulis seperti itu, hehe). Prof. Yang memaparkan makalahnya tersebut dalam acara Seminar Internasional Korea-Indonesia Update 2014 "Hubungan Indonesia-Korea Selatan Dari Perspektif Politik, Sosial, dan Budaya". Nah, yang menarik dari pemaparannya itu tentang peran Indonesia terhadap negeri asal grup musik Super Junior (Suju). Keb

# ODOK 5 # Dunia Milik Kita Sepenuhnya

Dimana sih sebenarnya dunia yang menjadi milik kita sepenuhnya? Barangkali kita pernah merasa menjadi pengontrol dari jalan hidup kita. Membelokkan jalan ceritanya sesuai dengan keinginan kita sendiri. Pernah tidak kamu merasakan hal itu? Saat dirimu berada di suatu tempat, entah itu tempat asing yang belum terjamah, ataupun tempat dimana kamu tinggal dan kamu merasakan sesuatu yang berbeda. Merasakan menjadi pemeran dalam cerita itu, sekaligus sutradaranya. Terkadang, jalan cerita yang kamu alami kala itu tak lebih hanyalah sebuah kisah tragis, yang membuatmu meraung sejadi-jadinya. Merasakan kesedihan yang teramat dalam, bahkan hingga untuk berkata pun kamu tak sanggup. Tapi kemudian, otakmu mulai berputar. Mencari jalan keluar melewati terowongan gelap yang menyelimutimu. Sampai kakimu bisa melangkah cepat, seolah diterbangkan oleh angin. Dan akhirnya cahaya terang pun kau temui. Bersihnya udara dan hamparan hijau pepohonan dengan bunga berwarna-warni yang sedang bermekaran, ju

Fiksi Mini _ Sang Loper Koran

Seorang lelaki berambut cepak, melangkah cepat. Memasuki gedung bertingkat lima yang berdiri megah. Baju hitamnya kusut, bertuliskan "Loper Koran". "Ini pak, korannya," ujar sang Loper Koran. "Nggeh Mas, matur nuwun nggeh...," jawab seorang petugas Front Office sembari menerima koran itu. "Nggeh pak." Sang Loper Koranpun membalikkan badannya. Ia bergegas meninggalkan gedung yang hampir mencakar langit itu. Lima langkah ia keluar dari pintu, kakinya berhenti bergerak. Kaku. Berlembar-lembar koran yang disangga tangan kirinya berjatuhan. Seiring dengan sebuah bunyi debaman keras menghantam lantai. "Loh, Mas! Mas... Pak satpam...," seorang wanita berteriak memecah kesunyian. "Seorang satpam yang berjaga segera menghampiri. Raut wajahnya terlihat bingung. Melihat seorang lelaki gemuk yang tergelatak tak berdaya. Lima menit berselang. Bunyi sirine menggaung di halaman gedung. Menyingkirkan puluhan orang yang mengerumuni o

_ODOK 4_ Siapakah Kita?

Pernahkah terlintas di benak kita, siapakah diri kita sebenarnya? Apakah yang membedakan antara diri kita dengan orang lain? Pada kesempatan kali ini, saya ingin kembali mengulas sebuah kata bijak. Semoga pembaca tak bosan mendengarkan ocehan saya melalui tulisan ini ya,  hehe. Em... apakah para pembaca sudah bisa menebak kata bijak seperti apa yang akan saya ulas? Dan siapa yang mengucapkan kata bijak itu? (yang sudah tahu silahkan tunjuk hidung) :D Oke. Kata bijak itu berbunyi begini, " Bukan keahlian yang menunjukkan siapa kita sebenarnya. Tapi pilihan yang kita ambil ." Sudah cukup jelas khan ?! Ya, kita yang sebenarnya tidak dilihat dari keahlian yang kita miliki. Tapi pilihan yang kita ambillah yang menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Dan tentunya, hal itu juga yang membedakan kita dengan orang lain. Sampai di sini juga rasanya sudah jelas, bagaimana kita menilai diri kita sendiri. Atau, jika pun masih belum bisa, mungkin kita bisa bersama-sama menyimak dan m

#ODOK 3# Kata-Kata Bijak Albus Dumbledore

  Siapa yang tak kenal tokoh satu ini. Perawakannya tinggi dan masih cukup kuat menyangga dirinya, walau sudah berusia ratusan tahun. Rambutnya yang putih disertai jambangnya yang panjang juga semakin menambah kebijaksanaannya. Ia juga merupakan penyihir terkuat di dunia dan sekaligus menjadi kepala sekolah di salah satu sekolah sihir ternama. Hogwarts. Siapakah tokoh yang saya maksudkan itu? Ya, dia adalah Albus Percival Wulfric Brian Dumbledore. Jikalau yang membaca tulisan ini adalah Anda-Anda pecinta dan penyuka novel maupun film Harry Potter, tentunya sudah sangat kenal bukan dengan tokoh itu?! Tapi di sini saya tidak akan banyak membahas tentang ciri-ciri maupun karakter Albus Dumbledore dalam novel maupun film Harry Potter . Saya hanya akan menuliskan satu persatu kata-kata bijak yang diucapkan oleh Dumbledore pada Harry. Kata-kata bijak tersebut saya dapatkan saat saya menonton film Harry Potter untuk kesekian kalinya. Saya katakan kesekian kalinya, sebab sudah tak terhit

#ODOK 2# Facebook Menghambat?

Pernah tidak merasa facebook sebagai penghambat?! :D Kalau saya, jujur, saya kadang merasakan facebook itu menjadi penghambat saya. Dalam hal apa? Menulis dan update tulisan di blog. :D Awalnya, saat setibanya di kantor, ide-ide itu bermunculan. Lantaran sebelum memulai aktifitas yang lain, saya membaca satu, dua, atau tiga koran dulu. Dari sanalah sebenarnya saya mendapatkan banyak bahan untuk dituliskan. Tapi ... setelah berada di hadapan komputer Imac segede gembrong ini, apa yang saya buka kedua kali? Pertama saya akan membuka email resmi institusi, ini yang penting. Karena bisa saja, hari itu tiba-tiba ada permintaan untuk liputan atau hal penting lainnya yang harus segera disampaikan dan disalurkan pada lembaga lainnya di institusi ini. Kemudian, situs kedua yang saya buka ya facebook itu. Hal pertama yang terlintas saat membuka akun FB itu, saya hanya akan melihat ada tidaknya komentar di tulisan yang saya ikuti atau saya posting. Kemudian melihat postingan dari teman

Tempe Ala Swiss!

Ada orang Swiss yang bisa bikin tempe!  Ana Larderet namanya. Ia bilang bisa bikin tempe karena terkesan dengan tempe di Yogyakarta. Ketika itu, tahun 2010, ia mengikuti program pertukaran pelajar ke Yogyakarta, tepatnya di Universitas Gadjah Mada. Ana sebenarnya seorang mahasiswi di Fakultas Hubungan Internasional Universitas Saint Gallen, Swiss Timur, yang punya cita-cita bekerja di perusahan besar dengan gaji mahal. Namun, karena ia terkesan dengan rasa tempe makanan khas Indonesia ini, Ana nekat banting setir mengubah cita-citanya menjadi seorang produsen tempe terbesar di Eropa. Sungguh cita-cita yang bukan main lagi besarnya. Sekalipun ia bukan orang asli Indonesia, tapi punya keinginan menduniakan makanan khas Indonesia ini. Nah, di sisi lain, ternyata ada juga orang Indonesia yang tinggal di Swiss dan sama-sama memproduksi tempe (walau masih produksi rumahan). Hanya saja, ada perbedaan mencolok diantara orang-orang ini. Perbedaannya adalah pada cita-cita tingginya memasa

Tak Mudah

Ternyata tak semudah yang dibayangkan! Setelah menerima tawaran untuk menuliskan opini tentang jejak perjuangan muslimah, pikiran malah buntu. Mentok di dua paragraf. Berkisah tentang R.A. Kartini, tentang Istri Rasulullah SAW (Siti Khadijah), anak Rasulullah SAW (Fathimah), dan para shahabiyah lainnya. Mengatakan bahwa mereka juga pejuang Islam dan pahlawan. Tapi, cukup hanya sampai di situ. Masih tak ada lagi ide muncul. Entahlah, mau bagaimana lagi setelah ini. Apakah diselesaikan tanpa tahu mau diakhiri seperti apa. Ataukah mengangkat dua tangan saja?

Salah Tanggap Pesan Kartini

Tadi malam, salah seorang adik angkatanku memintaku untuk menuliskan sebuah opini. Saat ditanya mengenai opini apa yang dimaksud, dia menjawab temanya "Menapaki Jejak Perjuangan Muslimah (Refleksi Hari Kartini". Lalu, tanpa pikir panjang lagi aku langsung mencari sumber bacaan untuk mendukung opiniku. Berlembar-lembar halaman sudah aku print . Tujuannya agar aku bisa langsung membaca dan melingkari bagian-bagian penting yang bisa aku jadikan rujukan. Setelah menuliskan satu paragraf dengan judul "Benarkah Kartini Seorang Pahlawan", kutengok kembali pesan singkat yang aku terima tadi malam, untuk melihat berapa karakter tulisan yang dibutuhkan. Tak lama setelah membaca pesan itu lagi, pikiranku pun baru tersadar jika sebenarnya aku telah salah menangkap maksud permintaannya untuk menuliskan sebuah opini. Dia (adik angkatanku) bukan memintaku untuk menuliskan opini tentang peringatan Hari Kartini, tapi lebih tentang Jejak Perjuangan Muslimah. Ah, sungguh. Lagi-