Langsung ke konten utama

Jejak Pertama Part 5

Jejak Pertama

Part 5

 Story by: Ittazura Nauqi

Matahari bersinar keemasan. Merangkak naik menuju peraduannya. Burung-burung yang terbang rendah, bersenandung, menyambut hari yang tak kan berulang. Semilir angin dari luasnya samudera mengampiri. Menyelusup. Menembus tebing-tebing kokok, hingga tertiup tiba di bibir pantai.

Malam yang cukup mencekam telah terlampaui. Begitu setidaknya pikiran yang menggelayut dalam benak Freya dan Nadia. Namun tidak dengan Kirana. Dirinya masih saja berkutat dengan pikiran-pikiran positif dan negatif yang silih berganti. 

Ia teringat percakapan dengan Nadia, sesaat sebelum Nadia dan Freya memutuskan untuk ikut pergi bersama seorang lelaki yang baru mereka temui. Meninggalkan Kirana sendiri di rumah tua itu. 

"Kirana, apa kamu mengetahui sesuatu tentang kejadian ini?" tanya Nadia setengah berbisik.

Tanpa sadar Kirana menjawab, "Aku tidak yakin jika itu ma... ." Kata-katanya terputus. Ia menyadari apa yang akan terjadi jika Nadia mengetahui sesuatu tentang kejadian malam itu. Tunggu dulu. Aku tidak mungkin memberitahu Kak Nadia yang sebenarnya. Dia bukan orang yang bisa dengan mudah aku minta untuk menjaga rahasia. Dia pasti akan dengan segera menceritakan segala yang ia ketahui dan ia alami di blog pribadinya. Dan semua orang di dunia maya akan ramai membicarakan apa yang ditulisnya. Aku tidak akan memberitahukannya. Tidak akan.

"Kirana, kamu mengetahui sesuatu?" Nadia bertanya sekali lagi.
"Ah, tidak Kak. Aku tidak tahu apa-apa," jawab Kirana.

"Benar kamu tidak mengetahui apa-apa, Kirana? Jangan coba-coba menyembunyikan sesuatu dari kakakmu ini ya." Nadia masih saja memaksa Kirana untuk mengatakan apa yang mungkin diketahui adiknya itu, tapi tidak diketahui oleh dirinya dan Freya.

"Iya Kak, aku mengerti. Aku tahu kak Nadia seperti apa... ." Lagi-lagi Kirana menggantung jawabannya. Maaf Kak Nadia, aku tidak bisa memberitahumu, bahkan juga kak Freya. Maaf. "Tapi kalau Kak Nadia ingin mencari tahi sendiri apa itu, aku tidak akan menghalangimu, Kak." Hanya saja, jangan berharap aku akan menjadi informanmu. Sebab itu akan berbahaya. Bagiku. Juga dirimu.

"Oooke. Aku akan mencari tahu sendiri, Kirana. Kau tunggu saja. Aku akan mengungkapkannya pada dunia!" ujar Nadia dengan semangat menggebu.
"Ya, semoga saja. Kita lihat saja nanti."Kirana hanya menanggapi pernyataan Nadia dengan datar. Membuat Nadia mengangkat kedua alisnya tak mengerti.

Sementara Freya hanya menjadi penonton berharap=harap cemas. "Semoga bukan hal buruk yang akan menimpa mereka," batinnya.

*****

Pada saat yang sama, beberapa orang lalu lalang dalam sebuah istana. Matanya siaga, memerhatikan dan menelisik setiap pasang kaki yang melangkah masuk ke istana tersebut. Pria dan wanita silih berganti memasuki bangunan megah bercat putih. Berbalut tuksedo dan gaun hitam, mereka melangkah mantap. Menapaki setiap anak tangga yang menyambut kedatangan mereka. Tak ada satu pun dari mereka yang tak tahu, untuk apa mereka dipanggil ke dalam istana itu.

"Selamat Tuan, Anda telah berhasil menyingkirkan pengganggu itu." Ucap salah seorang tamu sembari mengacungkan sebuah gelas berisi cairan merah. Semua mata yang duduk melingkar dalam beberapa meja bundar pun menatapnya setuju. Senyum puas tersungging dalam balutan perona bibir yang mereka pasang untuk menutupi warna kehitaman mulut mereka.

"Tak usah berlebihan begitu. Saya tidak melakukan apa-apa," jawab seorang pria yang dipanggil Tuan itu dengan santai. Tenang, santai dan sedikit kekuatan dari suara pria itu cukup membuat suasana dalam ruangan itu kembali lengang. Hanya denting jam yang terdengar diantara puluhan orang yang terduduk rapi menatap sang Tuan dengan bangganya.

"Kalau begitu, kita menang, Tuan!" suara lain berseru.

"Hm... Saya kira belum," jawab sang Tuan itu lagi.

"Kenapa belum, Tuan? Apakah masih ada masalah lain yang menghadang jalan kita?"

"Ya... Masih ada. Dan saya rasa, kita harus lebih bersabar lagi menghadapinya. Karena jika kita gegabah, kalian pasti tahu apa yang akan terjadi pada kita," jawab Tuannya masih dengan intonasi yang sama seperti sebelumnya. Santai. Datar. Dan penuh tanda tanya.

***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2 Ide Abstrak

Tidak peduli apa yang orang katakan padamu, kata dan ide bisa mengubah dunia. (Robbin Williams Dari film Dead Poet's Society) Ngomong-ngomong tentang ide, saya punya dua ide abstrak. Bisa jadi dua ide ini beberapa tahun yang akan datang akan menjadi kenyataan dan akan kita temui di dunia nyata. Dua ide yang mencuat dari pikiran saya itu adalah: 1. Ada alat yang bisa merekam mimpi manusia saat ia tertidur. 2. Ada alat yang bisa memanggil dengan kata kunci tertentu saat kita membaca Koran.  Baiklah, akan saya jelaskan dulu mengapa saya sampai punya dua ide itu. Pertama , saat saya atau kita semua dalam kondisi tidur, ada waktu dimana pikiran kita berada di dunianya sendiri, yakni dunia mimpi. Saat itu kita hidup di dunia kedua kita, alam mimpi. Berbagai macam hal tak terduga dan tak terdefinisi di dunia nyata akan kita temui dalam dunia kedua itu. Bahkan, bentuk-bentuk dan rupa-rupa manusia atau makhluk hidup lainnya tak menutup kemungkinan akan kita temui pula. Ambi

Dakwah Kontekstual di Era Digital

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya globalisasi di dunia ini baik dari segi ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya telah menjadikan kehidupan manusia mengalami alienasi , keterasingan pada diri sendiri atau pada perilaku sendiri, akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak sepenuhnya terintegrasi dalam kepribadian umat manusia. Selama masih ada manusia yang hidup di muka bumi ini, selama itu pula lah satu hal yang dinamakan Dakwah itu perlu ada bahkan wajib ada. Karena setiap muslim berkewajiban untuk berdakwah, baik sebagai kelompok maupun individu, sesuai dengan kemampuan masing-masing, dalam segi ilmu, tenaga, dan daya. Dengan derasnya arus globalisasi yang juga menimpa umat islam, pelaksanaan dakwah seperti mengejar layang-layang yang putus. Artinya hasil-hasil yang diperoleh dari dakwah selalu ketinggalan dibanding dengan maraknya kejahatan dan kemaksiatan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah konsep dakwah yang sesuai dengan perkembangan

Mengukir Senja Di Suramadu #Part 2

Lomba Blog "Ide Untuk Suramadu" Mencari Sudut Terindah Deru mesin pesawat Air Asia mulai terdengar bising disertai tangisan seorang anak kecil, yang mengaku telinganya kesakitan. Beberapa kali kursi yang kududuki ikut sedikit berguncang, saat moncong kemudian diikuti badan pesawat mulai menyentuh gumpalan-gumpalan awan putih. Ketinggian pesawat juga mulai menurun perlahan. Dua orang pramugara dan tiga pramugari mulai berdiri dari tempatnya duduk. Mereka mulai menyisir semua tempat duduk penumpang yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Sembari terus melempar senyum, mereka berkata ramah, " Bapak, Ibu, penumpang pesawat Air Asia mohon semua alat elektroniknya dinonaktifkan. Dalam waktu lima belas menit lagi kita akan segera melakukan pendaratan. Dan mohon sabuk pengamannya dikenakan kembali. Terima kasih. " *Kurang lebih begitulah kata-kata yang kudengar dari mereka. Tapi jika kurang, ya bisa ditambah-tambah sendiri. Kalau lebih, simpan saja dah ya kelebihan