Langsung ke konten utama

Jejak

Part I

Cengkraman malam meliputi kota. Seakan mengundang kejahatan untuk muncul dan berkeliaran di setiap lorong dan gang sempit. Para penduduk bersembunyi di dalam rumah-rumah mereka. Sama sekali enggan berurusan dengan sesuatu di luar perkiraan mereka. 

Denting jarum jam sudah menunjukkan pukul 9 malam tepat. Seorang gadis berparas cantik dengan kulitnya yang berwarna kuning langsat, duduk seorang diri dalam sebuah kamar. Alis tebal, hidung mancung, bola mata dan rambut ikal kecoklatan yang dimilikinya, mengisyaratkan bahwa ia punya garis keturunan Timur Tengah. Sesekali, gadis setinggi 145 cm dan bertubuh ramping ini, berbicara sendiri dan berjalan mondar mandir dalam ruangan itu. Hingga beberapa saat kemudian ia memutuskan untuk melangkah keluar.

Sembari menyelempangkan jaket birunya, gadis cantik bernama Kirana Ayu Az-Zahra itu mencoba menembus kepekatan malam. Semilir angin laut seolah mencoba menusuk tubuh kecilnya. Tapi ia tetap terus berjalan bersama angin, di jalanan setapak tak bercahaya. Aku harus menenangkan pikiranku. Aku tahu apa yang terjadi, tapi aku tak tahu harus berbuat apa.

"Kirana...   kemarilah!"

Kirana melihat dua kakak perempuannya, Freya Al-Khansa dan Nadia Taqiya, duduk di sebuah gubuk sederhana. Keduanya sama-sama memiliki wajah Timur Tengah seperti Kirana, hanya saja warna kulit mereka lebih gelap. Freya memanggil Kirana untuk duduk bersama. Namun sebenarnya ia juga ingin menanyakan kondisi orang tuanya pada Kirana, tepatnya ayah mereka bertiga.

"Iya Kak," jawab Kirana dengan senyum manisnya.

Perlahan Kirana menapaki jalan setapak itu. Enggan untuk meninggalkan dirinya yang tengah menikmati semilir angin. Lima langkah sudah kaki Kirana berayun, saat sekelebat pikirannya tiba-tiba mengingat sesuatu yang ia abaikan. Seketika itu juga Kirana membalikkan badan. Melangkah pergi meninggalkan kedua kakaknya.

Langkah Kirana membawanya kembali ke sebuah rumah sederhana, tempat ia dan kedua kakaknya tinggal. Saat kakinya hendak melangkah naik, kedua bola mata Kirana dikejutkan oleh pemandangan yang tidak biasa. Tiba-tiba jantungnya berdetak tiga kali lebih cepat. Nafasnya tersengal memburu. Kirana mengatupkan bibir. Kelu. Keringat dingin perlahan mengalir, membasahi poni yang terurai cantik menutupi dahinya. Sambil berkomat-kamit dalam hati, Kirana memberanikan diri menyibak tirai yang menutupi pintu. Jantung Kirana berdetak lebih cepat. Keringat dingin sudah mengalir ke sekujur tubuhnya. Kini ia tak sanggup lagi menahan, bahkan ia hampir saja tak sanggup menahan tubuh kecilnya.

Cepat-cepat ia membalikkan badan menjauh. Kirana mulai beradu dengan waktu. Menyeret kakinya yang mulai terasa berat dan gemetar. Kirana merasakan aliran darahnya seolah terhenti di satu titik.  Semoga mereka masih di sana. Ia berharap segera menemui kedua kakaknya dan menceritakan apa yang terjadi. 

Melihat tubuh kecil Kirana yang melesat dari kejauhan, Nadia mengernyitkan dahi dan bertanya pada Freya. "Kak, lihat itu Kirana. Kenapa dia berjalan begitu cepat?"

Freya hanya mengangkat kedua bahunya, seolah tak mempedulikan ucapan Nadia. "Entahlah," jawab Freya kemudian.

Kirana mulai mendekati kedua kakaknya dengan nafas tersengal. Bibirnya ternyata masih kelu untuk berkata. Suaranya tersendat di ujung tenggorokan.

"Ada apa Kirana? Tidak biasanya kamu berjalan begitu cepat seperti dikejar setan," Nadia berseloroh.

Kirana hanya terdiam membisu. Ia mencoba mengumpulkan suara. Mengumpulkan keberanian untuk mengajak mereka berdua menyaksikan apa yang terjadi. Mereka harus melihatnya. Aku tak bisa menceritakannya di sini. 

Freya mencoba menanggapi suasana yang mulai menegangkan itu dengan tenang. "Kirana, ada apa? Kenapa kamu hanya diam saja?" tanya Freya kemudian. Ia juga mulai menyadari wajah pucat Kirana yang kini berdiri di hadapannya. 

Suara Kirana masih tercekat. Keringat dingin masih ia rasakan meluncur deras. Tiba-tiba tangan Kirana bergerak mendahului suaranya. Tangannya menarik Freya yang berada tepat di depannya. Sontak, Freya pun semakin bertanya-tanya dengan tingkah Kirana malam itu.

"Hei... Na... kamu kenapa? Dan mau kau bawa kemana aku?" Freya mengeraskan suaranya dengan sedikit rasa bingung dan panik.

Kirana mencoba menghentak kuat. Berusaha agar suara yang tercekat di ujung tenggorokannya keluar.  

"__ ikut aku. Kak Freya, kak Nadia, ikut aku!" seru Kirana.

Freya dan Nadia hanya saling melemparkan wajah bingung melihat tingkah malam itu. Namun keduanya tetap memutuskan untuk mengikuti kemauan Kirana. Ketiganya mulai menyusuri jalan setapak menuju rumah sederhana bercat kuning dengan aksen kuno itu. Jendela-jendela rumah itu tertutup, tirai yang menutupi pintu juga masih dalam kondisi yang sama. Menutupi seluruh bagian pintu.

Freya dan Nadia masih tak mengerti apa yang ingin Kirana tunjukkan pada mereka berdua. Saat ketiganya sudah berdiri di depan altar rumah kuno itu, telunjuk Kirana perlahan bergerak maju. Menunjukkan carikan noda tanah di atas lantai. Namun bukan noda tanah biasa.

"Ini. Ini, jejak kakinya siapa...? Siapa yang punya jejak kaki sebesar ini?" Kirana mencoba bertanya pada semua yang ada di dekatnya, dengan suara gemetar.

"Nadia, cepat ambil kunci pintunya!" seru Freya yang mulai panik dan sadar apa yang terjadi. 

*** 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengukir Senja Di Suramadu #Part 2

Lomba Blog "Ide Untuk Suramadu" Mencari Sudut Terindah Deru mesin pesawat Air Asia mulai terdengar bising disertai tangisan seorang anak kecil, yang mengaku telinganya kesakitan. Beberapa kali kursi yang kududuki ikut sedikit berguncang, saat moncong kemudian diikuti badan pesawat mulai menyentuh gumpalan-gumpalan awan putih. Ketinggian pesawat juga mulai menurun perlahan. Dua orang pramugara dan tiga pramugari mulai berdiri dari tempatnya duduk. Mereka mulai menyisir semua tempat duduk penumpang yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Sembari terus melempar senyum, mereka berkata ramah, " Bapak, Ibu, penumpang pesawat Air Asia mohon semua alat elektroniknya dinonaktifkan. Dalam waktu lima belas menit lagi kita akan segera melakukan pendaratan. Dan mohon sabuk pengamannya dikenakan kembali. Terima kasih. " *Kurang lebih begitulah kata-kata yang kudengar dari mereka. Tapi jika kurang, ya bisa ditambah-tambah sendiri. Kalau lebih, simpan saja dah ya kelebihan...

Pesan Dari Orang Asing

Beberapa hari yang lalu, tiba-tiba ada pesan masuk di inbox facebook milikku. Bukan pesan dari teman-teman yang terdaftar jadi temanku di fb. Tapi pesan itu datangnya dari seseorang yang belum aku kenal, dan dilihat dari namanya, itu seperti nama orang luar negeri. Dia pun mengirimkan pesan dalam bahasa Inggris. Dengan kemampuan bahasa Inggrisku yang terbatas ini, aku hanya mengerti bahwa dia ingin berkenalan denganku dan ingin mengirimkan pesan berikutnya melalui email. Awalnya perkenalan berjalan lancar sebagaimana mestinya. Dia seorang perempuan yang mengaku berasal dari negara Sudan, Afrika. Tapi kemudian dia berada di kamp sementara di Negara Senegal. Karena menurut yang ia ceritakan, ayah dan ibunya meninggal dunia saat terjadi kerusuhan di negara Sudan. Hingga akhirnya ia mengungsi ke Negara Senegal. Setelah menceritakan tentang kondisi keluarganya, ia memintaku untuk menceritakan padanya tentang diriku. Apa yang aku sukai, apa yang tidak aku sukai, hobi, dan aktivitasku s...

Tulisan Beritaku Dimuat Di Media Online…

Nggak nyangka..benar-benar nggak nyangka. Tulisan berita tentang Langgam Jawa yang kemarin aku buat ditemani sedikit rasa kantuk, ternyata dimuat dibeberapa media berita online. Mungkin ini salah satu keuntungannya aku berada di biro humas UMY. Meski hari pertama aku kaget dan sedikit syok mungkin. Sebab, baru hari pertama sudah disuruh untuk membuat berita. Memang sih, di bangku kuliah aku sudah mendapatkan materi kulih tentang teknik reportase, penulisan berita, penataan surat kabar, editing dan formatologi, tapi tetap saja aku masih kaget. Mungkin karena jangka waktu atau deadline pengumpulan beritanya berbeda, jadi sedikit membuatku syok. Jika di kuliah deadline berita itu 1 minggu, tapi kalau di biro humas ya 1 hari itu juga.. Tapi dari sini aku ternyata bisa belajar, bagaimana aku harus bisa menyelesaikan tulisan berita yang ditugaskn untuk selesai pada hari itu juga. Rasa kantuk, mandek mau nulis apa lagi, perut keroncongan, merasa kurang informasi pendukung beri...