Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Ramadhan, Momentum Perbaiki Iman dan Takwa

Tak terasa bulan Ramadhan tahun 1437 kali ini sudah memasuki hari ketujuh. Banyak hal yang mungkin sudah kita lakukan selama satu minggu pertama di bulan Ramadhan ini. Baik itu dalam hal ibadah seperti shalat, mengaji, beramal/shadaqah, maupun hal lainnya seperti menyiapkan makanan berbuka dan sahur serta menyantap hidangan buka puasa dan sahur bersama keluarga. Momentum bulan Ramadhan seperti ini hanya sekali dalam setahun menyambangi kehidupan kita. Itu pun jika kita masih dikehendaki untuk berumur panjang, kita bersyukur masih bisa dipertemukan dengan bulan yang penuh barakah ini setiap tahunnya. Namun, kita juga tak semestinya melewatkan momentum Ramadhan ini begitu-begitu saja. Sebab bulan Ramadhan ini menjadi momentum yang sangat berharga bagi kita untuk memperbaiki keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala . Allah SWT memerintahkan kita, umat Muslim agar berpuasa di bulan Ramadhan. Tujuannya tidak lain adalah agar kita bisa mencapai derajat k

Posisi Duduk Seorang Ustad dan Dosen (Framing Foto)

Jadi sedikit tergelitik untuk berkomentar dan menganalisis posisi duduk antara seorang ustad dan dosen, khususnya saat mereka berhadapan dengan anak didiknya. Pikiran ini begitu saja terlintas saat tanpa sengaja saya melihat sebuah foto yang diposting di beranda facebook . Foto ini sebenarnya diposting oleh salah seorang ustad saya di pesantren. Fotonya masih fresh alias baru diposting beberapa jam yang lalu. Ini dia fotonya Dalam foto itu terlihat beberapa santriwan (sebutan untuk santri putra) yang sedang mengelilingi sang ustad. Mereka juga terlihat sedang menyimak salah seorang temannya yang mendapat tugas untuk membacakan penjelasan dalam buku panduan yang mereka pegang. Demikian pula yang dilakukan oleh sang ustad. Sang ustad tersebut juga menyimak santrinya yang sedang membaca kitab, sembari terus mendengar dengan seksama, apakah yang dibaca oleh santrinya tersebut tepat pelafalannya (karena biasanya yang namanya pesantren, mata pelajaran yang dipelajari rata-rata menggu

Jejak Pertama Part 7

Jejak Pertama Part 7 Seorang lelaki tampan bertubuh jangkung, berdiri tegap di depan rumah Kirana. Matanya menyelisik ke segala penjuru, tak ditemuinya tanda-tanda keberadaan penghuni rumah itu. Ia pun melangkah mencoba memasuki rumah ala peninggalan Belanda itu. Pintunya tertutup rapat, namun tak terkunci. Ia segera mengendap masuk ke dalamnya. Mencari Kirana. Lorong-lorong gelap dalam rumah itu, membuatnya sulit untuk terlihat. Disusurinya satu persatu ruangan dalam rumah itu dengan seksama. Hanya demi menemukan seorang gadis remaja yang mungkin akan bernilai jutaan dolar, jika gadis itu jatuh di tangan yang salah. Ia pun sudah tak memiliki banyak waktu untuk menunda apa yang telah Profesor Abdul Qasim perintahkan padanya. Ia harus bergerak cepat. Jika ingin semuanya selamat. "Siapa kau? Apa yang kau inginkan di rumah ini?" Seorang gadis remaja dengan tubuhnya yang tak terlalu tinggi, tiba-tiba muncul di hadapannya. Sebuah pistol hitam Glock 19 tertempel tep

Jejak Pertama Part 6

Jejak Pertama Part 6 Story by: Ittazura Nauqi   30 hari sebelumnya. Kilatan lampu di dalam ruangan Khalid terpancar. Sesekali lampu dalam ruangannya kembali berkilat. Meninggalkan sekelebat bayangan yang hadir tanpa sepengetahuan pria paruh baya itu. Bayangan itu terbaur dalam kegelapan malam yang dalam hitungan detik ikut menyelimuti ruangan Khalid.  Khalid nampak tetap tenang. Ia kemudian meraih sebuah lilin yang tersimpan dalam laci mejanya dan menyulutnya. Cahaya kembali menyeruak dalam ruangannya. Tanpa pikir panjang lagi, Khalid melanjutkan pekerjaan penting yang sempat tertunda tadi. "Aku harus menyelesaikan ini sekarang. Sudah tak ada waktu lagi bagiku menyimpan semua rahasia besar ini." Khalid membatin. Ya, Khalid tahu sudah menjadi tugasnya menyampaikan kebenaran itu. Walau nyawa taruhannya. Sudah tak ada lagi keraguan dalam hatinya. Tekadnya sudah bulat. Amarahnya pun kian membara layaknya api yang siap melahap habis lilin di hadapannya.

Jejak Pertama Part 5

Jejak Pertama Part 5  Story by: Ittazura Nauqi Matahari bersinar keemasan. Merangkak naik menuju peraduannya. Burung-burung yang terbang rendah, bersenandung, menyambut hari yang tak kan berulang. Semilir angin dari luasnya samudera mengampiri. Menyelusup. Menembus tebing-tebing kokok, hingga tertiup tiba di bibir pantai. Malam yang cukup mencekam telah terlampaui. Begitu setidaknya pikiran yang menggelayut dalam benak Freya dan Nadia. Namun tidak dengan Kirana. Dirinya masih saja berkutat dengan pikiran-pikiran positif dan negatif yang silih berganti.  Ia teringat percakapan dengan Nadia, sesaat sebelum Nadia dan Freya memutuskan untuk ikut pergi bersama seorang lelaki yang baru mereka temui. Meninggalkan Kirana sendiri di rumah tua itu.  "Kirana, apa kamu mengetahui sesuatu tentang kejadian ini?" tanya Nadia setengah berbisik. Tanpa sadar Kirana menjawab, "Aku tidak yakin jika itu ma... ." Kata-katanya terputus. Ia menyadari apa yang akan

Belajar Menulis Berita, Belajar Berpikir Runtut

Dalam menuliskan sebuah berita, ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh seorang jurnalis/wartawan sebelumnya. Langkah-langkah tersebut juga merupakan teknik dalam penulisan berita, seperti : 1. Menentukan sudut pandang ( engel ) 2. Menggunakan pola penulisan Piramida Terbalik 3. Menggunakan konsep 5 W 1 H 4. Pola pedoman tulisan menggunakan lead Dalam pola penulisan Piramida Terbalik ini, satu hal yang harus kita ingat adalah, bahwa kesimpulan atas sebuah peristiwa atau informasi itu ditulis di bagian paragraf awal. Dan paragraf awal ini sangat berkaitan dengan yang namanya lead . Lead adalah teras berita dan merupakan paragraf awal yang memuat fakta atau informasi terpenting dari keseluruhan berita. Lead tersebut juga diupayakan terdiri dari 4 sampai 30 kata dan harus mengandung unsur-unsur seperti berikut: 1. Aktraktif       : mampu membangkitkan minat baca khalayak 2. Introduktif     : harus bisa menyatakan pokok persoalan dengan jelas dan tegas 3. Korelatif  

Jejak Pertama - Part 4

  Jejak Pertama Part 4 by: Ittazura Nauqi   "Ini pasti sebuah teror. Ya, ini pasti teror dari orang yang kita kenal. Kirana, apa yang kamu lakukan di situ? Pikirkan jalan keluar untuk kita, jangan hanya berdiam diri saja!" seru Freya. "Sabarlah Kak, aku juga sedang berpikir," jawab Kirana. Aku juga sedang memikirkan kondisi ayah. Dimana dia sekarang? Kirana seolah tahu bahwa ayahnya mungkin juga dalam keadaan bahaya. Namun Kirana tak bisa memastikan hal tersebut. Ayahnya sudah pergi sehari sebelum kejadian di rumahnya. Kirana tak tahu kemana ayahnya itu pergi. Ia hanya tahu bahwa ayahnya telah menitipkan sesuatu pada dirinya. Dan ia percaya jika sesuatu yang dititipkan ayahnya itu masih berada di dalam rumah kuno tersebut. " Oke, oke. Kakak akan sabar, tapi kakak tidak harus berdiam diri sepertimu." Freya kemudian berlari meninggalkan Kirana dan Nadia. Dalam kegelapan malam itu, Freya berlari ke arah barat. Ia mencoba mencari perto

Cerbung - Jejak Pertama

Part III Nadia perlahan melangkah maju menyibak tirai yang menutupi pintu. Kirana masih tetap bergeming dan menunggu Nadia. Sementara Freya berjalan mondar mandir di hadapan Kirana. Langkah Nadia terhenti tepat di belakang pintu. Matanya melebar melihat pintu itu. Mulutnya sedikit terbuka, menandakan kepanikan dalam dirinya.  "Nadia, apa yang kamu lakukan di situ? Kenapa lama sekali? Cepat ambil kunci pintunya...!" teriak Freya. "K...k...kuncinya tidak ada!" kata Nadia sambil berlari ke luar, lalu berteriak lagi, "Kuncinya hilang...! Kunci pintunya sudah diambil...!" "Apa? Mana mungkin penyusup itu mengambil kunci pintunya. Untuk apa dia mengambil itu? Tidak Nad, pasti ada kuncinya. Pasti masih ada di sana kunci pintunya. Kamu cari sekali lagi di pintunya atau di sekitar pintu itu. Mungkin kuncinya terjatuh di sekitar pintu," Freya masih tidak percaya kata-kata Nadia. Ia bersikeras bahwa kunci itu masih ada di tempatnya dan tidak

Jejak Pertama

Part II Daun yang menari dalam kegelapan, menemani langkah kaki Kirana saat keluar dari sebuah rumah kuno bercat kuning. Rumah itu terlihat seperti bangunan yang dibuat pada masa penjajahan Belanda. Rumah itu tergolong unik dan langka. Karena pemiliknya enggan mengganti desain rumah itu dengan desain rumah yang lebih modern di abad 22. Rumah kuno itu juga terlihat paling mencolok dibandingkan rumah-rumah berderet lainnya yang berada seratus meter di kanan kirinya. Sementara pada waktu bersamaan, sepasang mata yang sejak beberapa menit siaga, mulai melangkah maju. Sosok berbaju hutam itu mulai menantang jalan. Menyebrangi jalan raya dengan lalu lalang kendaraan.  Sejenak langkahnya terhenti. Tepat di balik dedaunan yang menyelimuti pagar rumah kuno itu. Namun, sedetik kemudian, ia kembali mengayunkan kakinya. Menyelinapkan tubuhnya melalui pagar yang setengah terbuka. Sembari memperhatikan punggung Kirana yang perlahan berlalu.  "Kali ini aku harus berhasil,"

Menulis Berita Tidak Sama Dengan Menulis Artikel Ilmiah

Sejenak jika memperhatikan judul di atas, mungkin beberapa diantara kita sudah ada yang bisa menangkap apa maksud dari tulisan ini nantinya. Beberapa diantara kita yang sering membaca berita atau sedang belajar menulis berita, mungkin juga sudah mengerti apa perbedaan antara tulisan jurnalistik (berita) dengan tulisan ilmiah. Dari istilahnya saja sebenarnya juga sudah terlihat perbedaannya. Tulisan ilmiah, jelas bin pasti banyak menggunakan kosa kata - kosa kata ilmiah. Kadang pula bahasa yang digunakan dalam tulisan ilmiah itu tergolong berat untuk dibaca. Apalagi jika yang membacanya itu adalah orang-orang awam (pendidikannya mungkin tamatan SD atau SMP begitulah). Nah, sudah pasti akan banyak tanda tanya yang bermunculan di kepalanya. Apa maksud kalimat yang dibacanya? Atau, apa maksud kata-kata ini/itu? Tapi, untuk tulisan jurnalistik (berita), kita mungkin tidak akan banyak menelan kosa kata - kosa kata 'aneh'. Kalau pun ada, sudah barang tentu si wartawan/penulis be

Jejak

Part I Cengkraman malam meliputi kota. Seakan mengundang kejahatan untuk muncul dan berkeliaran di setiap lorong dan gang sempit. Para penduduk bersembunyi di dalam rumah-rumah mereka. Sama sekali enggan berurusan dengan sesuatu di luar perkiraan mereka.  Denting jarum jam sudah menunjukkan pukul 9 malam tepat. Seorang gadis berparas cantik dengan kulitnya yang berwarna kuning langsat, duduk seorang diri dalam sebuah kamar. Alis tebal, hidung mancung, bola mata dan rambut ikal kecoklatan yang dimilikinya, mengisyaratkan bahwa ia punya garis keturunan Timur Tengah. Sesekali, gadis setinggi 145 cm dan bertubuh ramping ini, berbicara sendiri dan berjalan mondar mandir dalam ruangan itu. Hingga beberapa saat kemudian ia memutuskan untuk melangkah keluar. Sembari menyelempangkan jaket birunya, gadis cantik bernama Kirana Ayu Az-Zahra itu mencoba menembus kepekatan malam. Semilir angin laut seolah mencoba menusuk tubuh kecilnya. Tapi ia tetap terus berjalan bersama angin, di ja

Trik Menuliskan Berita Berdasarkan Wawancara

Beberapa waktu yang lalu saya diminta bantuan oleh seorang dosen, untuk mengoreksi teks berita yang dibuat oleh mahasiswanya. Ada sekitar 40 teks berita yang coba saya koreksi. Dan hasilnya ternyata hanya segilintir tulisan yang bisa dikatakan sudah baik dalam penulisannya. Ya, meskipun saya sebenarnya bukan wartawan layaknya wartawan lapangan media mainstream, tapi untuk masalah teknik penulisan berita, saya cukup punya pengalaman. Oke, kembali lagi ke fokus tulisan ini. Yang ingin saya bahas dalam tulisan kali ini adalah, gimana sih caranya menuliskan berita yang baik & layak dibaca? Khususnya untuk penulisan berita dari hasil wawancara terkait isu tertentu. Mungkin hal pertama yang lazim diketahui oleh kebanyakan kita adalah Rumus 5 W 1 H (What, When, Where, Who, Why + How). Peristiwa apa sih yang terjadi? Kapan terjadinya? Dimana kejadian itu? Siapa (saja) yang terlibat dalam kejadian itu? Mengapa hal itu bisa terjadi? Dan, bagaimana kronologi kejadian itu? Menggunaka

Seorang Kakek di Sebuah Kedai Kafe

Sepasang kaki renta melangkah perlahan. Memasuki sebuah rumah makan bergaya tradisional. Jalannya sedikit terbungkuk dengan kopyah hitam menutupi rambut hitamnya. Satu menit kemudian, seorang pramusaji berkerudung hitam menghampirinya. Perempuan itu menunjukkan wajah ramahnya sambil bertanya keinginan Sang Kakek. " Ada yang bisa kami bantu, Kek?" tanya pramusaji itu. Tanpa berba-bi-bu lagi, kakek bercelana pendek selutut itu lantas menjulurkan selembar rupiah. " Tolong segelas teh hangatnya ya, Mbak," ujarnya sembari memberikan selembar uang dua ribu rupiah. Tiga meter dari tempat kakek itu duduk, tiga orang perempuan tengah menunggu sajian makan malam yang telah dipesannya. Satu persatu hidangan makanan sampai di hadapan ketiganya. Tiga gelas Es Lemon Squash, tiga piring nasi lengkap dengan lauknya, Ayam, Tempe rica-rica dan Udang Asam Manis. Belum sampai hidangan-hidangan itu disantap, pramusaji lainnya datang dengan setampah menu lain. Clear soup, Cah Ka

Sebuah Cerita

Jejak Pertama By: Ittazura Nauqi Prolog "Kau tak kan bisa pergi dari tempat ini," bisik sebuah suara yang sangat dikenalnya. Ia hanya bisa terdiam mematung dalam rebahnya. Tubuhnya tak lagi mampu menahan beban kakinya untuk berpijak. Bau anyir darah perlahan ia rasakan, namun tak tahu dari mana asalnya. Sementara itu, pemilik suara tadi terus mendekati. Ia merasa dunianya akan hancur, saat orang yang berbisik tadi perlahan mengangkat sebuah botol kecil berisi cairan berwarna merah darah, dan mendekatkan pada bibirnya. "Kupikir, kau tak kan keberatan jika aku menumpahkan sedikit cairan ini ke dalam tubuhmu," bisik suara itu lagi sambil menyeringai tajam. Pemilik suara itu kembali mengangkay botol kecil di tangannya, tapi kemudian menjauhkannya. Lelaki paruh baya itu menghela perlahan. Aku selamat. Namun beberapa detik kemudian, ia merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Dadanya terasa sesak dan panas. Ia pun mencoba bergerak dan membalikkan badann