Langsung ke konten utama

Menulis Berita Tidak Sama Dengan Menulis Artikel Ilmiah

Sejenak jika memperhatikan judul di atas, mungkin beberapa diantara kita sudah ada yang bisa menangkap apa maksud dari tulisan ini nantinya. Beberapa diantara kita yang sering membaca berita atau sedang belajar menulis berita, mungkin juga sudah mengerti apa perbedaan antara tulisan jurnalistik (berita) dengan tulisan ilmiah.

Dari istilahnya saja sebenarnya juga sudah terlihat perbedaannya. Tulisan ilmiah, jelas bin pasti banyak menggunakan kosa kata - kosa kata ilmiah. Kadang pula bahasa yang digunakan dalam tulisan ilmiah itu tergolong berat untuk dibaca. Apalagi jika yang membacanya itu adalah orang-orang awam (pendidikannya mungkin tamatan SD atau SMP begitulah). Nah, sudah pasti akan banyak tanda tanya yang bermunculan di kepalanya. Apa maksud kalimat yang dibacanya? Atau, apa maksud kata-kata ini/itu?

Tapi, untuk tulisan jurnalistik (berita), kita mungkin tidak akan banyak menelan kosa kata - kosa kata 'aneh'. Kalau pun ada, sudah barang tentu si wartawan/penulis berita akan menjelaskan maksud dari istilah 'aneh' itu. Sementara kalau kita misalkan membaca tulisan dalam bentuk tulisan ilmiah, kita harus siap-siap buka kamus ilmiah, untuk jaga-jaga kalau ada kosa kata yang tidak kita mengerti.

Dari situ memang sudah mulai terlihat jelas, kalau tulisan berita itu berbeda dengan tulisan ilmiah. Menulis berita itu tidak sama dengan menulis artikel ilmiah. Mengapa begitu? Karena, dalam penulisan berita, seorang wartawan dituntut untuk bisa menyampaikan informasinya kepada khalayak secara jelas, mudah dimengerti bahasanya, dan pesan yang dikirimkan melalui berita itu bisa diterima dengan baik oleh khalayak.

Selain itu, seorang wartawan juga harus bisa menyampaikan informasinya secara jelas. Mengutip penjelasan dari A.M. Dewabrata dalam bukunya "Kalimat Jurnalistik Panduan Mencermati Penulisan Berita", seorang wartawan itu ketika menuliskan sebuah berita harus selalu menganggap bahwa pembacanya tidak mengetahui apa-apa, tidak punya referensi sedikit pun untuk mencerna berita yang disuguhkan kepadanya. Karena itulah kenapa berita itu harus dituliskan secara jelas, lengkap, dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh orang banyak, atau istilahnya adalah menggunakan bahasa awam, bahasa yang sudah biasa didengar atau digunakan oleh kebanyakan orang.

Jika bahasa yang digunakan dalam tulisan berita itu sudah menggunakan bahasa awam, maka semua kalangan akan bisa menerima informasi yang disuguhkan dari berita itu. Lagipula, penikmat berita itu juga bukan hanya dari satu kalangan tertentu saja, namun mencakup semua aspek masyarakat, baik itu dari aspek golongan, usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tua-muda, kaya ataupun miskin. Semua termasuk dalam lingkup khalayak media.

Karena itulah, salah satu hal yang juga penting untuk kita perhatikan dalam penulisan berita itu adalah, bagaimana kita membahasakan sebuah informasi/peristiwa agar bisa sampai pada semua kalangan khalayak media. Dengan tidak membedakan aspek-aspek tertentu dan disampaikan secara jelas, adil/berimbang (cover both side), jujur, dan objektif. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Posisi Duduk Seorang Ustad dan Dosen (Framing Foto)

Jadi sedikit tergelitik untuk berkomentar dan menganalisis posisi duduk antara seorang ustad dan dosen, khususnya saat mereka berhadapan dengan anak didiknya. Pikiran ini begitu saja terlintas saat tanpa sengaja saya melihat sebuah foto yang diposting di beranda facebook . Foto ini sebenarnya diposting oleh salah seorang ustad saya di pesantren. Fotonya masih fresh alias baru diposting beberapa jam yang lalu. Ini dia fotonya Dalam foto itu terlihat beberapa santriwan (sebutan untuk santri putra) yang sedang mengelilingi sang ustad. Mereka juga terlihat sedang menyimak salah seorang temannya yang mendapat tugas untuk membacakan penjelasan dalam buku panduan yang mereka pegang. Demikian pula yang dilakukan oleh sang ustad. Sang ustad tersebut juga menyimak santrinya yang sedang membaca kitab, sembari terus mendengar dengan seksama, apakah yang dibaca oleh santrinya tersebut tepat pelafalannya (karena biasanya yang namanya pesantren, mata pelajaran yang dipelajari rata-rata menggu...

Mengukir Senja Di Suramadu #Part 2

Lomba Blog "Ide Untuk Suramadu" Mencari Sudut Terindah Deru mesin pesawat Air Asia mulai terdengar bising disertai tangisan seorang anak kecil, yang mengaku telinganya kesakitan. Beberapa kali kursi yang kududuki ikut sedikit berguncang, saat moncong kemudian diikuti badan pesawat mulai menyentuh gumpalan-gumpalan awan putih. Ketinggian pesawat juga mulai menurun perlahan. Dua orang pramugara dan tiga pramugari mulai berdiri dari tempatnya duduk. Mereka mulai menyisir semua tempat duduk penumpang yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Sembari terus melempar senyum, mereka berkata ramah, " Bapak, Ibu, penumpang pesawat Air Asia mohon semua alat elektroniknya dinonaktifkan. Dalam waktu lima belas menit lagi kita akan segera melakukan pendaratan. Dan mohon sabuk pengamannya dikenakan kembali. Terima kasih. " *Kurang lebih begitulah kata-kata yang kudengar dari mereka. Tapi jika kurang, ya bisa ditambah-tambah sendiri. Kalau lebih, simpan saja dah ya kelebihan...

#ODOK 3# Kata-Kata Bijak Albus Dumbledore

  Siapa yang tak kenal tokoh satu ini. Perawakannya tinggi dan masih cukup kuat menyangga dirinya, walau sudah berusia ratusan tahun. Rambutnya yang putih disertai jambangnya yang panjang juga semakin menambah kebijaksanaannya. Ia juga merupakan penyihir terkuat di dunia dan sekaligus menjadi kepala sekolah di salah satu sekolah sihir ternama. Hogwarts. Siapakah tokoh yang saya maksudkan itu? Ya, dia adalah Albus Percival Wulfric Brian Dumbledore. Jikalau yang membaca tulisan ini adalah Anda-Anda pecinta dan penyuka novel maupun film Harry Potter, tentunya sudah sangat kenal bukan dengan tokoh itu?! Tapi di sini saya tidak akan banyak membahas tentang ciri-ciri maupun karakter Albus Dumbledore dalam novel maupun film Harry Potter . Saya hanya akan menuliskan satu persatu kata-kata bijak yang diucapkan oleh Dumbledore pada Harry. Kata-kata bijak tersebut saya dapatkan saat saya menonton film Harry Potter untuk kesekian kalinya. Saya katakan kesekian kalinya, sebab sudah tak te...