Langsung ke konten utama

Sebuah Kenangan



Detik-detik Malam yang Menegangkan

Kisah ini sudah sudah terjadi sangat lama kurang lebih enam tahun yang lalu, namun hingga saat ini peristiwa itu masih melekat dengan erat dalam benakku. Sebuah kisah yang tak akan pernah terlupakan sepanjang hayat. Saat semua penghuni asrama tahfidz putri pondok pesantren PERSIS (Persatuan Islam) Camplong Sampang Madura yang berjumlah tujuh orang dikejutkan oleh sebuah kejadian misterius dan menegangkan.
Suasana asrama saat itu begitu sepi, karena keluarga ustadzah kami sedang tidak berada di rumah yang masih ada dalam satu lingkungan dengan kami. Kegiatan di asrama tahfidz putri ponpes PERSIS masih belum berjalan sebagaimana biasanya. Suasana saling menghafal masih belum terasa, sebab masa ujian baru saja usai. Namun, masih beberapa kelas yang belum menyelesaikan ujian karena adanya remidi ujian, tak luput pula kelas IV atau setingkat kelas 1 MA yang saat itu ku tempuh.
Sebuah buku masih setia berada di pangkuan tangan, pikiran terus mencoba tuk terfokus pada pelajaran. Saat semua penghuni asrama satu persatu mendengar lantunan adzan, satu persatu pula mereka mulai beranjak pergi ke mushalla untuk menunaikan shalat isya’ berjamaah. Sedang aku sendiri masih setia berada di kamar sambil terus membaca buku pelajaran. Hanya aku seorang diri di sana karena teman, kakak kelas, dan adik kelas yang lain sedang berada di mushalla melaksanakan shalat. Selang beberapa saat kemudian, tiba-tiba terbesit dalam hati dan pikiranku untuk segera menyusul mereka yang berada di mushalla. Langkah kaki terseret perlahan menyusuri jalan menuju mushalla. Ku lanjutkan kembali membaca dan mempelajari buku pelajaran yang masih ku pegang, sambil menunggu air minum dari rumah ustadzah kami. Kemudian air minum yang ditunggu pun usai sudah, ku ambil dan ku tuang penuh ke botol air minum kami. Aku pun berniat kembali ke kamar dengan membawa serta air minum tersebut. Jama’ah shalat Isya’ belum usai dilaksanakan. Akan tetapi, aku tetap bertekad melangkahkan kaki ini kembali ke kamar. Sendiri di sana pun tak akan ada masalah karena biasanya selama ini keadaan kami di asrama baik-baik saja.
Tapi malam itu, kenyataan berkata lain. Saatku tiba di depan pintu kamar tempat kami biasa melakukan aktivitas menghafal kalam Ilahi sekaligus tempat kami menyandarkan dan  membuang rasa lelah, ada sesuatu yang membuat diri ini terpaku melihatnya. Terlihat jelas sekali dengan mata ini, beberapa jejak kaki berukuran sebesar kaki laki-laki yang menempel dengan manisnya di lantai kamar kami dan masih terlihat baru, karena beberapa saat sebelum aku meninggalkan kamar tersebut, tidak pernah ada jejak kaki itu. Ketegangan, ketakutan dan kecemasan perlahan mengalir dalam tubuhku. Sempat terlintas pikiran dalam benakku untuk mencoba melihat lebih jauh dan lebih dekat lagi memastikan jejak kaki tersebut. Namun, ku urungkan niat itu dan mencoba berpaling menjauh, kembali ke mushalla yang tidak jauh dari kamar kami. Ku coba melangkahkan kaki setenang dan sesantai mungkin, namun ternyata kaki ini tidak bisa diajak kompromi dengan baik karena ketegangan yang terasa dalam diri ini. Terbukti dengan sampainya aku di depan mushalla, teman, kakak kelas dan adik kelasku, serta merta berdiri dan menengok ke arah dimana aku berdiri. Dengan raut wajah yang heran dan bingung mereka bertanya-tanya kenapa langkah kakiku begitu tergesa-gesa dan seolah-olah mengisyaratkan telah terjadinya sesuatu. Aku tidak dapat mengatakan dan menjelaskan apapun, aku hanya bisa melambaikan tangan dan menarik salah satu tangan kakak kelasku agar dia dan yang lainnya mengikutiku, sehingga aku bisa membuktikan kejadian yang  ku alami dan ku lihat itu pada mereka. Sesampainya di depan kamar, aku mencegah mereka untuk langsung masuk, aku hanya terus berkata pada mereka “Lihat ini, lihat, ini jejak kaki, siapakah yang punya jejak kaki sebesar ini di sini?”. Satu persatu mereka melihat dan memperhatikannya, dan mereka pun berkata bahwa di antara kami memang tidak ada yang memiliki jejak kaki sebesar jejak kaki yang menempel di lantai itu.   
Tapi tiba-tiba salah seorang kakak kelasku berteriak untuk segera mengambil kunci kamar yang tergantung di belakang pintu. Seorang adik kelasku mencoba mengambil dan mencarinya berkali-kali namun tidak ada hasilnya. Kunci pintu kamar kami telah hilang. Segera setelah itu dua orang kakak kelasku berlari ke asrama putra melaporkan dan meminta bantuan pada mereka, karena asrama kami kebetulan berada di pinggir jalan raya dan berdekatan dengan asrama putra, sedang yang lainnya dan juga aku berjaga-jaga di sekitar asrama dan di depan gerbang asrama. Kemudian, kakak kelasku dan juga anak santri putra pun datang ke asrama kami dan mulai memeriksa asrama kami. Mereka berkata bahwa memang benar telah ada orang yang masuk ke asrama kami dengan bukti jejak kaki tersebut, hingga akhirnya malam itu dan beberapa malam selanjutnya kawasan asrama kami selalu mendapatkan penjagaan dari teman-teman di asrama putra. Bergantian mereka berjaga dan mengawasi di sekitar dan di luar asrama kami.
Beberapa malam kemudian di saat mereka tengah berjaga-jaga mereka melihat orang asing yang ingin mencoba kembali masuk ke asrama kami dengan berpakaian seperti pakaian ninja hingga mereka pun mengejar orang tersebut tetapi mereka belum berhasil menangkapnya karena orang itu memiliki kecepatan berlari yang melebihi orang pada umumnya. Selepas kejadian kejar megejar itu, santri putra memutuskan untuk berhenti sejenak dari penjagaan dan pengawasan, karena mereka beranggapan bahwa orang asing itu tidak akan berani kembali lagi sebab dia telah diketahui oleh kalangan kami. Akan tetapi kami sebagai penghuni asrama masih tetap merasakan kekhawatiran dan kecemasan jika anggapan santri putra itu tidak benar, karena pintu kamar asrama kami hingga saat itu masih belum memiliki kunci baru pengganti kunci yang telah hilang diambil orang asing itu.
Pada suatu malam itu, saat tidak ada lagi penjagaan dan pengawasan dari santri putra, saat itu kami tetap saling menjaga diri satu sama lain. Kami mencoba mengatur strategi jika nantinya terjadi sesuatu dan orang asing itu mencoba kembali masuk ke asrama kami. Kami jadikan salah satu dipan bertingkat dan yang paling berat di antara dipan yang lain berada di depan pintu untuk menahan pintu dan menghalangi orang yang ingin masuk dari luar. Saat semua manusia sudah mulai terlelap dan terbang menjauh dari dunia nyata memasuki dunia mimpi, saat itulah peristiwa itu terjadi. Dalam pejaman mata antara sadar dan tidak, aku dan temanku merasakan satu hal yang sama. Ku mencoba membuka mata, ternyata teman di sampingku juga demikian. Kami saling menatap dalam diam, mencoba mendengarkan sebuah suara dan bunyi di luar sana. Bukan suara deru kendaraan yang kami dengar, yang kami dengar adalah suara dan bunyi yang berasal dari gerbang depan asrama kami. Keringat dingin mengucur perlahan membasahi muka kami berdua. Siapakah yang ada di luar sana? Itulah pertanyaan yang terpikirkan oleh kami saat itu. 
Masih dalam diam kami menunggu apa selanjutnya yang akan terjadi. Kami ingin membangunkan yang lain tapi kami masih ragu, hingga akhirnya pun kami menunggu dalam detak detik jam yang berputar. Bunyi detik jam masih terdengar jelas, hingga kami dikejutkan dengan sebuah suara berdebam keras di tanah. Kami terlonjak namun masih tetap diam menunggu. Waktu terasa berjalan begitu pelan sampai hal yang kita cemaskan pun terjadi. Pintu kamar kami berbunyi keras seoalah-olah dipaksa untuk terbuka. Gagang pintu itu turun naik membuktikan bahwa memang benar adanya bahwa ada orang di luar sana yang ingin masuk ke dalam ruangan kami. Gagang pintu dan pintu itu terus bergerak dan berbunyi, namun pintu kamar kami tetap bergeming tidak menghendaki dirinya dibuka paksa oleh orang lain. Kakak kelas di samping kami dan juga adik kelas kami mulai terjaga dan terkejut dengan kejadian ini, hingga salah seorang kakak kelas kami memberanikan diri berteriak minta tolong sekencang mungkin dan diikuti oleh teriakan kami dibelakangnya. Berkali-kali kami berteriak dengan maksud agar didengar oleh orang-orang disekitar kami. Meskipun kami tahu bahwa teriakan kami kecil kemungkinan dapat didengar oleh orang diluar ruangan kami itu, akan tetapi kami tetap berusaha sebisa kami dan yakin akan pertolongan Allah. 
Beberapa saat kemudian bunyi dan gerakan gagang pintu yang dipaksa dibuka itu pun hilang. Namun, kami tetap tidak berani langsung keluar dan melihat kondisi di luar, karena kami khawatir akan resiko yang lebih besar jika kami langsung keluar melihat kondisi. Kami hanya bisa menunggu sampai adzan subuh berkumandang, saat itulah kami memberanikan diri keluar bersama-sama karena kami akan melaksanakan shalat subuh dan memohon perlindungan pada Allah. Seusai shalat subuh barulah kami menceritakan kejadian yang kami alami beberapa jam sebelum subuh menjelang tadi kepada ustadz dan ustadzah kami.
             

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2 Ide Abstrak

Tidak peduli apa yang orang katakan padamu, kata dan ide bisa mengubah dunia. (Robbin Williams Dari film Dead Poet's Society) Ngomong-ngomong tentang ide, saya punya dua ide abstrak. Bisa jadi dua ide ini beberapa tahun yang akan datang akan menjadi kenyataan dan akan kita temui di dunia nyata. Dua ide yang mencuat dari pikiran saya itu adalah: 1. Ada alat yang bisa merekam mimpi manusia saat ia tertidur. 2. Ada alat yang bisa memanggil dengan kata kunci tertentu saat kita membaca Koran.  Baiklah, akan saya jelaskan dulu mengapa saya sampai punya dua ide itu. Pertama , saat saya atau kita semua dalam kondisi tidur, ada waktu dimana pikiran kita berada di dunianya sendiri, yakni dunia mimpi. Saat itu kita hidup di dunia kedua kita, alam mimpi. Berbagai macam hal tak terduga dan tak terdefinisi di dunia nyata akan kita temui dalam dunia kedua itu. Bahkan, bentuk-bentuk dan rupa-rupa manusia atau makhluk hidup lainnya tak menutup kemungkinan akan kita temui pula. Ambi

Dakwah Kontekstual di Era Digital

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya globalisasi di dunia ini baik dari segi ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya telah menjadikan kehidupan manusia mengalami alienasi , keterasingan pada diri sendiri atau pada perilaku sendiri, akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak sepenuhnya terintegrasi dalam kepribadian umat manusia. Selama masih ada manusia yang hidup di muka bumi ini, selama itu pula lah satu hal yang dinamakan Dakwah itu perlu ada bahkan wajib ada. Karena setiap muslim berkewajiban untuk berdakwah, baik sebagai kelompok maupun individu, sesuai dengan kemampuan masing-masing, dalam segi ilmu, tenaga, dan daya. Dengan derasnya arus globalisasi yang juga menimpa umat islam, pelaksanaan dakwah seperti mengejar layang-layang yang putus. Artinya hasil-hasil yang diperoleh dari dakwah selalu ketinggalan dibanding dengan maraknya kejahatan dan kemaksiatan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah konsep dakwah yang sesuai dengan perkembangan

Mengukir Senja Di Suramadu #Part 2

Lomba Blog "Ide Untuk Suramadu" Mencari Sudut Terindah Deru mesin pesawat Air Asia mulai terdengar bising disertai tangisan seorang anak kecil, yang mengaku telinganya kesakitan. Beberapa kali kursi yang kududuki ikut sedikit berguncang, saat moncong kemudian diikuti badan pesawat mulai menyentuh gumpalan-gumpalan awan putih. Ketinggian pesawat juga mulai menurun perlahan. Dua orang pramugara dan tiga pramugari mulai berdiri dari tempatnya duduk. Mereka mulai menyisir semua tempat duduk penumpang yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Sembari terus melempar senyum, mereka berkata ramah, " Bapak, Ibu, penumpang pesawat Air Asia mohon semua alat elektroniknya dinonaktifkan. Dalam waktu lima belas menit lagi kita akan segera melakukan pendaratan. Dan mohon sabuk pengamannya dikenakan kembali. Terima kasih. " *Kurang lebih begitulah kata-kata yang kudengar dari mereka. Tapi jika kurang, ya bisa ditambah-tambah sendiri. Kalau lebih, simpan saja dah ya kelebihan