Langsung ke konten utama

Artikel Analisis Kasus Dakwah


 
Haruskah Siaran Keagamaan Hanya Sebagai Alat Media Penyiaran?
November 2006, stasiun televisi berlomba-lomba menyedot perhatian pemirsa. Terlebih, momentum ini hanya didapatkan setahun sekali. Dan salah satu strategi memenangi persaingan di layar adalah menyesuaikan dengan suasana Ramadhan. Terhitung sekitar 50 program televisi dengan berbagai genre menghiasi layar dengan corak Ramadhan, mulai dari kuis, pengantar berbuka dan sahur, ceramah atau tausiyah, musik hingga variety show. Adu kuat terlihat jelas terutama di waktu-waktu prime lewat program unggulan, seperti ANTV dengan program kuis Super Deal 2 Milyar Sahur, RCTI dengan Stasiun Ramadhan, serta Trans dengan Kerajaan Sahur.

Program acara pada media baik itu televisi ataupun radio, tetap menjadi sesuatu yang penting bagi keberlangsungan media tersebut. Bagian program televisi harus mengetahui beberapa faktor yang dapat membuat program acaranya diminati oleh audien.

Mengetahui kekuatan dan kelemahan stasiun saingan dan mengetahui siapa audien yang akan menonton televisi pada waktu-waktu tertentu. Kedua hal tersebut yang biasanya selalu menjadi acuan para programer acara televisi, sebelum mereka memutuskan untuk memproduksi, melakukan akuisisi dan kemudian melakukan skeduling terhadap suatu program tayangan televisi.

Peringkat program atau rating juga menjadi hal yang sangat penting bagi pengelola stasiun penyiaran seperti televisi, terutama stasiun televisi yang bersifat komersial. Rating merupakan hal yang penting bagi media penyiaran, karena para pemasang iklan selalu mencari stasiun penyiaran atau program siaran yang paling banyak ditonton atau didengar orang. Dan dari rating ini juga dapat diketahui program siaran apa saja yang menjadi unggulan dan program apa saja yang sudah ditinggalkan audiennya.

Hal inilah yang juga menjadi pertimbangan beberapa stasiun televisi yang kini mulai banyak menayangkan program-program acara berupa siaran keagamaan. Namun, siaran-siaran keagamaan semacam itu terkadang dimanfaatkan oleh pengelola media untuk mengejar rating agar tetap tinggi, atau lebih tinggi dari stasiun pesaingnya.

Hal tersebut juga akan sangat dirasakan pada saat bulan Ramadhan tiba, karena pada saat itu stasiun televisi berlomba-lomba menyedot perhatian pemirsa agar melihat program acara yang disiarkan oleh stasiun televisi tersebut untuk mendongkrak pendapatan media. Apalagi momentum semacam ini hanya bisa didapatkan setahun sekali.

Bertambahnya porsi tayangan keagamaan di televisi tersebut, nampaknya tidak begitu banyak membawa perubahan pada kesholehan individual ataupun sosial audien. Meski porsi program siaran keagamaan bertambah, namun waktu-waktu tayangnya masih berada dalam waktu-waktu yang jarang ditonton oleh audien. Dan walaupun ada beberapa siaran keagamaan yang tayang pada waktu-waktu yang sering ditonton audien, akan tetapi hal tersebut merupakan strategi pengelola media untuk mendapatkan rating yang lebih tinggi dari pesaingnya dan juga untuk mendongkrak pendapatan.

Selain itu, terkadang para audien akan melihat siaran keagamaan apabila siaran tersebut dipandang menarik dan perlu ditonton serta dapat memberikan kepuasan baginya. Namun, apabila sebaliknya, maka mereka akan meninggalkan acara tersebut dan beralih pada acara lain yang dianggap dapat memberikan kepuasan pada mereka.

Hal-hal seperti itulah yang juga menjadi kendala dakwah Islam yang disampaikan melalui media penyiaran. Siaran-siaran keagamaan yang dijadikan alat untuk mempertinggi rating dan pendapatan stasiun, masih minimnya dan kurang sesuainya waktu tayang yang disediakan untuk siaran keagamaan dan kesadaran serta keinginan dari audien (umat Islam sendiri) yang kurang kuat dalam menyimak dan menerima dakwah Islam.
Budaya rating yang hingga kini masih menjadi tren program stasiun televisi sebenarnya dapat dijadikan strategi dalam menghadapi kendala dakwah Islam melalui televisi, agar siaran dakwah tidak hanya sekedar menjadi alat mempertinggi rating dan pendapatan media. karena rating memiliki pengaruh yang sangat penting bagi pengelola stasiun penyiaran. Rating yang tinggi berarti penonton yang lebih banyak dan jumlah pemasang iklan yang lebih besar. Dan dengan kata lain program acara yang disiarkan oleh stasiun tersebut sukses dan rating stasiun penyiaran juga akan meningkat.

Memberikan pendidikan dan menumbuh kembangkan melek media pada audien (umat Islam), juga merupakan salah satu cara untuk memanfaatkan budaya rating. Dengan mengadakan sosialisi dan pendampingan melek media kepada orang tua, agar orang tua mampu menjelaskan pada anak-anaknya acara-acara televisi bernafaskan dakwah Islam yang patut untuk dilihat serta mampu memilah dan memilih acara-acara televisi yang memiliki dampak positif bagi bertambahnya keimanan mereka.

Pendampingan melek media ini juga dapat dilakukan pada kalangan orang tua yang hidupnya di kota-kota besar. Sebab pada dasarnya, penilaian rating itu cenderung mengambil sampel audien (keluarga untuk penghitungan rating televisi) yang berada dan hidup di kota-kota besar.

Jadi, jika kita juga menggunakan rating ini sebagai strategi dengan mengadakan pendidikan dan penumbuh kembangan melek media tentang siaran dakwah Islam pada audien, maka audien dengan sendirinya akan memilah dan memilih acara-acara siaran yang bermanfaat dan berdampak baik atau positif bagi agama mereka.

Tayangan-tayangan “sampah”, yang berbau sensualitas dan yang tidak memiliki dampak positif bagi kehidupan akan dijauhi audien. Dan hal ini juga akan berdampak pada iklan yang ditayangkan juga tidak akan dilihat oleh audien, dan profit pada media pun juga akan berkurang. Sehingga dakwah Islam melalui media penyiaran televisi pun akan menjadi lebih efektif dan lebih diminati oleh audien, dan siaran keagamaan tidak lagi sekedar menjadi alat pembawa keberuntungan pada media.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2 Ide Abstrak

Tidak peduli apa yang orang katakan padamu, kata dan ide bisa mengubah dunia. (Robbin Williams Dari film Dead Poet's Society) Ngomong-ngomong tentang ide, saya punya dua ide abstrak. Bisa jadi dua ide ini beberapa tahun yang akan datang akan menjadi kenyataan dan akan kita temui di dunia nyata. Dua ide yang mencuat dari pikiran saya itu adalah: 1. Ada alat yang bisa merekam mimpi manusia saat ia tertidur. 2. Ada alat yang bisa memanggil dengan kata kunci tertentu saat kita membaca Koran.  Baiklah, akan saya jelaskan dulu mengapa saya sampai punya dua ide itu. Pertama , saat saya atau kita semua dalam kondisi tidur, ada waktu dimana pikiran kita berada di dunianya sendiri, yakni dunia mimpi. Saat itu kita hidup di dunia kedua kita, alam mimpi. Berbagai macam hal tak terduga dan tak terdefinisi di dunia nyata akan kita temui dalam dunia kedua itu. Bahkan, bentuk-bentuk dan rupa-rupa manusia atau makhluk hidup lainnya tak menutup kemungkinan akan kita temui pula. Ambi

Dakwah Kontekstual di Era Digital

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya globalisasi di dunia ini baik dari segi ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya telah menjadikan kehidupan manusia mengalami alienasi , keterasingan pada diri sendiri atau pada perilaku sendiri, akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak sepenuhnya terintegrasi dalam kepribadian umat manusia. Selama masih ada manusia yang hidup di muka bumi ini, selama itu pula lah satu hal yang dinamakan Dakwah itu perlu ada bahkan wajib ada. Karena setiap muslim berkewajiban untuk berdakwah, baik sebagai kelompok maupun individu, sesuai dengan kemampuan masing-masing, dalam segi ilmu, tenaga, dan daya. Dengan derasnya arus globalisasi yang juga menimpa umat islam, pelaksanaan dakwah seperti mengejar layang-layang yang putus. Artinya hasil-hasil yang diperoleh dari dakwah selalu ketinggalan dibanding dengan maraknya kejahatan dan kemaksiatan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah konsep dakwah yang sesuai dengan perkembangan

Mengukir Senja Di Suramadu #Part 2

Lomba Blog "Ide Untuk Suramadu" Mencari Sudut Terindah Deru mesin pesawat Air Asia mulai terdengar bising disertai tangisan seorang anak kecil, yang mengaku telinganya kesakitan. Beberapa kali kursi yang kududuki ikut sedikit berguncang, saat moncong kemudian diikuti badan pesawat mulai menyentuh gumpalan-gumpalan awan putih. Ketinggian pesawat juga mulai menurun perlahan. Dua orang pramugara dan tiga pramugari mulai berdiri dari tempatnya duduk. Mereka mulai menyisir semua tempat duduk penumpang yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Sembari terus melempar senyum, mereka berkata ramah, " Bapak, Ibu, penumpang pesawat Air Asia mohon semua alat elektroniknya dinonaktifkan. Dalam waktu lima belas menit lagi kita akan segera melakukan pendaratan. Dan mohon sabuk pengamannya dikenakan kembali. Terima kasih. " *Kurang lebih begitulah kata-kata yang kudengar dari mereka. Tapi jika kurang, ya bisa ditambah-tambah sendiri. Kalau lebih, simpan saja dah ya kelebihan