Langsung ke konten utama

Dosen?

Koran di tangan masih kubolak-balikkan hanya untuk mencari berita terbaru dari kampus, yang kukirimkan hari Sabtu kemarin. Baru empat koran harian yang aku cek hari Senin ini. Padahal masih ada berlembar-lembar koran harian Minggu pagi yang juga belum aku cek.

Dua orang mahasiswa yang saat itu duduk tidak jauh dariku, juga ikut memegang koran. Namun tentu saja berbeda tujuannya. Mereka hanya membaca koran itu sembari menunggu dosen pembimbingnya yang kebetulan menjadi kepala biro tempatku bekerja. Sementara untukku, membaca koran itu sudah menjadi kewajiban, sejak aku menerima tawaran menjadi jurnalis di Biro Humas dan Protokol kampus. Setiap kali kaki ini melangkah memasuki ruangan, hal pertama yang harus dilakukan sebelum aku melakukan liputan atau sekedar duduk berhadapan dengan komputer, terlebih dahulu aku harus membaca dan mengecek berita-berita di beberapa koran yang kami beli setiap hari. Membaca headline berita terbaru dan terhangat, serta mengecek berita mengenai kegiatan kampus yang diberitakan oleh media.

"Mbak, dosen sini juga yah?" Tiba-tiba terlontar pertanyaan itu dari mahasiswi yang duduk tidak jauh dariku.

"Eh..eng.. enggak.. saya baru lulus bulan Oktober kemarin," jawabku dengan rasa yang masih sedikit kaget. Aku dikira dosen? Emangnya penampilanku udah seperti dosen ya? Aku bertanya-tanya sendiri dalam hati. Mungkinkah benar akan terjadi apa yang diinginkan ibuku. Aku hanya bisa mengulum senyum sendiri saat itu. Entah mahasiswi itu melihatku tersenyum atau tidak, tapi yang pasti aku berpikir bahwa mungkin saja keinginan ibuku itu terwujud.

Mahasiswi itu kemudian melanjutkan pertanyaannya. "Oh... lah terus mbaknya di sini ngapaian? Kerja?"

"Iya," jawabku.

"Oh...kerjanya apa mbak? Memangnya bisa ya kerja di sini?"

"Ya...bisa!" Lalu sedikit kujelaskan padanya bahwa Biro Humas dan Protokol ini juga dibantu oleh mahasiswa yang sudah bebas teori, dan status mereka sebagai karyawan magang. Tapi bukan berarti yang magang itu hanya mahasiswa yang sudah bebas teori saja, bahkan sekalipun mahasiswa itu sudah lulus dan belum mendapatkan pekerjaan di tempat lain, pimpinan dan karyawan tetap di biro ini masih dengan senang hati menerima mereka, hingga mereka memutuskan untuk keluar dari biro ini.

"Dan mahasiswanya yang magang itu ada di bagian jurnalis, operator telepon, dan front office," jawabku.

"Oh... Kalau boleh tahu, mbaknya dari jurusan apa ya?" tanya dia lagi.

"Dari Fakultas Agama Islam mbak, jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam."

"Angkatan berapa mbak?"

"2009," jawabku dengan singkat.

"Waduh... malunya... saya malah angkatan 2007." Mahasiswi itu terlihat menyesalkan pertanyaan terakhirnya. Ia kemudian berbicara dengan temannya. Mengatakan bahwa dirinya malu bertanya seperti itu, karena ia masih berkutat dengan skripsi. Temannya pun berkata padanya sembari tertawa, "Ya suruh siapa nanyain angkatan..." katanya.

Aku hanya tersenyum saja mendengar pembicaraan mereka berdua. Hingga akhirnya, aku putuskan untuk menyelesaikan membaca koran dan pergi ke belakang untuk mencuci tangan yang sudah hitam oleh noda tinta koran. Namun saat aku tengah mencuci tangan, aku kembali teringat pertanyaan mahasiswi tadi yang mengira aku sebagai dosen. Sembari menatap kembaran diriku sendiri di dalam cermin, aku tersenyum sambil berkata, "Bu, mungkinkah keinginan ibu akan terkabul? Karena beberapa orang mengatakan padaku agar jadi dosen, dan beberapa lagi mengira aku sudah menjadi dosen," ujarku dalam hati. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2 Ide Abstrak

Tidak peduli apa yang orang katakan padamu, kata dan ide bisa mengubah dunia. (Robbin Williams Dari film Dead Poet's Society) Ngomong-ngomong tentang ide, saya punya dua ide abstrak. Bisa jadi dua ide ini beberapa tahun yang akan datang akan menjadi kenyataan dan akan kita temui di dunia nyata. Dua ide yang mencuat dari pikiran saya itu adalah: 1. Ada alat yang bisa merekam mimpi manusia saat ia tertidur. 2. Ada alat yang bisa memanggil dengan kata kunci tertentu saat kita membaca Koran.  Baiklah, akan saya jelaskan dulu mengapa saya sampai punya dua ide itu. Pertama , saat saya atau kita semua dalam kondisi tidur, ada waktu dimana pikiran kita berada di dunianya sendiri, yakni dunia mimpi. Saat itu kita hidup di dunia kedua kita, alam mimpi. Berbagai macam hal tak terduga dan tak terdefinisi di dunia nyata akan kita temui dalam dunia kedua itu. Bahkan, bentuk-bentuk dan rupa-rupa manusia atau makhluk hidup lainnya tak menutup kemungkinan akan kita temui pula. Ambi

Dakwah Kontekstual di Era Digital

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya globalisasi di dunia ini baik dari segi ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya telah menjadikan kehidupan manusia mengalami alienasi , keterasingan pada diri sendiri atau pada perilaku sendiri, akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak sepenuhnya terintegrasi dalam kepribadian umat manusia. Selama masih ada manusia yang hidup di muka bumi ini, selama itu pula lah satu hal yang dinamakan Dakwah itu perlu ada bahkan wajib ada. Karena setiap muslim berkewajiban untuk berdakwah, baik sebagai kelompok maupun individu, sesuai dengan kemampuan masing-masing, dalam segi ilmu, tenaga, dan daya. Dengan derasnya arus globalisasi yang juga menimpa umat islam, pelaksanaan dakwah seperti mengejar layang-layang yang putus. Artinya hasil-hasil yang diperoleh dari dakwah selalu ketinggalan dibanding dengan maraknya kejahatan dan kemaksiatan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah konsep dakwah yang sesuai dengan perkembangan

Mengukir Senja Di Suramadu #Part 2

Lomba Blog "Ide Untuk Suramadu" Mencari Sudut Terindah Deru mesin pesawat Air Asia mulai terdengar bising disertai tangisan seorang anak kecil, yang mengaku telinganya kesakitan. Beberapa kali kursi yang kududuki ikut sedikit berguncang, saat moncong kemudian diikuti badan pesawat mulai menyentuh gumpalan-gumpalan awan putih. Ketinggian pesawat juga mulai menurun perlahan. Dua orang pramugara dan tiga pramugari mulai berdiri dari tempatnya duduk. Mereka mulai menyisir semua tempat duduk penumpang yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Sembari terus melempar senyum, mereka berkata ramah, " Bapak, Ibu, penumpang pesawat Air Asia mohon semua alat elektroniknya dinonaktifkan. Dalam waktu lima belas menit lagi kita akan segera melakukan pendaratan. Dan mohon sabuk pengamannya dikenakan kembali. Terima kasih. " *Kurang lebih begitulah kata-kata yang kudengar dari mereka. Tapi jika kurang, ya bisa ditambah-tambah sendiri. Kalau lebih, simpan saja dah ya kelebihan