Langsung ke konten utama

MOS-Ku vs MOS Masa Kini

Setelah kemarin melihat berita di televisi dan hari ini membaca berita di koran, tentang siswa SMP yang meninggal diduga karena kegiatan Masa Orientasi Siswa (MOS), saya jadi teringat masa lalu. Masa di mana saya baru pertama kali menginjakkan kaki di sebuah Pondok Pesantren di Madura sana. Ma'had Al-Ittihad Al-Islami nama ponpes itu.

Saat saya dinyatakan diterima di ponpes tersebut, beberapa minggu kemudian saya sudah harus menetap di sana. Semula saya pikir jika di pesantren itu tidak ada kegiatan semacam MOS itu. Tapi ternyata dugaan saya keliru. Ponpes itu juga menerapkan MOS, hanya saja kepanjangannya yang berbeda, Masa Orientasi Santri.

Pikiran saya pun ketika itu ikut berkecamuk. Bertanya-tanya akan seperti apa MOS di pesantren itu. Apakah akan ada hukuman-hukuman fisik dan konsekuensi tertentu jika kami, santri-santri baru ini, melanggar aturan yang ada dalam MOS tersebut. Tak dapat dipungkiri juga jika hati saya pun ikut ketar-ketir karena takut dan khawatir.

Tapi lagi-lagi dugaan saya keliru. MOS di pesantren itu justru sangat berkesan dan menyenangkan. Walaupun pada hari pertama, saat kami sedang mengikuti kegiatan MOS itu, kakak-kakak kelas kami terlihat sedikit 'sangar' dan 'galak'. Tapi seusai MOS, ketika kami sudah kembali ke asrama/kamar masing-masing, kakak-kakak kelas kami itu sudah kembali terlihat wujud aslinya. Alias ramah-ramah dan baik. Hehehe.

MOS yang kami jalani saat itu juga lebih banyak memberikan pengetahuan baru pada kami tentang dunia pesantren itu sendiri, juga mengenai ponpes Al-Ittihad Al-Islami itu sendiri yang berdiri tidak jauh dari pantai Camplong, Sampang, Madura. Selain itu, dalam kegiatan MOS itu kami juga dibekali dengan pemahaman mengenai bagaimana kondisi psikologis dan mental yang harus kami bangun ketika hidup dalam dunia pesantren.

Hal yang paling berkesan lagi pada kegiatan MOS itu adalah, kami juga diminta untuk menuliskan harapan-harapan apa yang akan kami capai ketika kami berada di pesantren dan setelah keluar dari tempat kami menimba ilmu agama itu. Semua santri baru kala itu, termasuk saya, menuliskan banyak hal tentang harapan yang ingin kami raih di sana. Setelah itu, kami pun menempelkan harapan-harapan kami pada sebuah pohon yang kami sebut sebagai Pohon Harapan. Dari sanalah kami kemudian mengerti, apa yang harus kami lakukan selama menimba ilmu di pesantren itu demi mewujudkan harapan-harapan dan impian kami.

Kegiatan MOS yang saya ikuti itu ternyata juga diselingi dengan permainan yang seru dan mengasah keterampilan serta kerjasama diantara kami. Permainan itu dilakukan di hari terakhir MOS. Berbagai keseruan dan keceriaan kami temui dalam permainan itu. Apalagi di hari terakhir itu, kami para santri baru sudah mulai saling akrab dan menjalin persahabatan. Ketakutan-ketakutan dan kekhawatiran tentang MOS yang muncul pun mulai lenyap dari benak saya. Setelah saya mengikuti rangkaian kegiatan MOS di pesantren itu. Tidak ada hukuman-hukuman fisik atau kelancangan lainnya yang dilakukan kakak kelas kepada adik kelasnya, yang baru saja memasuki dunia baru itu.

Seperti itulah memang seharusnya MOS itu. Tidak seperti MOS di masa sekarang yang lebih banyak jadi ajang perploncoannya. Kalau kakak kelasnya sudah memberikan contoh MOS yang buruk, seperti dengan diterapkannya hukuman fisik kepada adik kelas barunya yang melanggar, adakah yang bisa menjamin jika hal itu tidak akan terjadi lagi di tahun-tahun berikutnya? Kecuali kalau memang ada sekelompok dari mereka-siswa baru itu, yang memiliki visi ke depan agar bisa memperbaiki kegiatan MOS yang buruk itu. Tapi untuk melakukan perubahan itu tentunya juga perlu keberanian dan dukungan.

Kegiatan Masa Orientasi Santri seperti di pesantren itu, nampaknya bisa juga dijadikan referensi bagi pihak sekolah serta para senior-senior di SMP maupun SMA untuk menyelenggarakan kegiatan MOS yang lebih bermutu dan bermanfaat bagi adik-adik kelasnya. Saya pun berharap, semoga pesantren MII, tempat dimana saya menimba ilmu agama saat SMP hingga SMA itu, tetap melakukan kegiatan MOS yang bermutu dan berkualitas, serta tidak terperangkap dan meniru kegiatan-kegiatan MOS lainnya yang tidak bermutu dan sangat memprihatinkan jika dilihat secara kasat mata.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengukir Senja Di Suramadu #Part 2

Lomba Blog "Ide Untuk Suramadu" Mencari Sudut Terindah Deru mesin pesawat Air Asia mulai terdengar bising disertai tangisan seorang anak kecil, yang mengaku telinganya kesakitan. Beberapa kali kursi yang kududuki ikut sedikit berguncang, saat moncong kemudian diikuti badan pesawat mulai menyentuh gumpalan-gumpalan awan putih. Ketinggian pesawat juga mulai menurun perlahan. Dua orang pramugara dan tiga pramugari mulai berdiri dari tempatnya duduk. Mereka mulai menyisir semua tempat duduk penumpang yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Sembari terus melempar senyum, mereka berkata ramah, " Bapak, Ibu, penumpang pesawat Air Asia mohon semua alat elektroniknya dinonaktifkan. Dalam waktu lima belas menit lagi kita akan segera melakukan pendaratan. Dan mohon sabuk pengamannya dikenakan kembali. Terima kasih. " *Kurang lebih begitulah kata-kata yang kudengar dari mereka. Tapi jika kurang, ya bisa ditambah-tambah sendiri. Kalau lebih, simpan saja dah ya kelebihan...

_ODOK 4_ Siapakah Kita?

Pernahkah terlintas di benak kita, siapakah diri kita sebenarnya? Apakah yang membedakan antara diri kita dengan orang lain? Pada kesempatan kali ini, saya ingin kembali mengulas sebuah kata bijak. Semoga pembaca tak bosan mendengarkan ocehan saya melalui tulisan ini ya,  hehe. Em... apakah para pembaca sudah bisa menebak kata bijak seperti apa yang akan saya ulas? Dan siapa yang mengucapkan kata bijak itu? (yang sudah tahu silahkan tunjuk hidung) :D Oke. Kata bijak itu berbunyi begini, " Bukan keahlian yang menunjukkan siapa kita sebenarnya. Tapi pilihan yang kita ambil ." Sudah cukup jelas khan ?! Ya, kita yang sebenarnya tidak dilihat dari keahlian yang kita miliki. Tapi pilihan yang kita ambillah yang menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Dan tentunya, hal itu juga yang membedakan kita dengan orang lain. Sampai di sini juga rasanya sudah jelas, bagaimana kita menilai diri kita sendiri. Atau, jika pun masih belum bisa, mungkin kita bisa bersama-sama menyimak dan m...

Jangan Tinggalkan Islam Pada Generasi Yang Lemah

Teks Pidato Keislaman Assalamu’alaikum Wr. Wb. الحمد لله رب العالمين والصلاة و السلام على ا شرف الانبياء و المرسلين و على اله وصحبه و من تبعه باحسان الى يوم القيا مة. اشهد ان لا اله الا الله و اشهد ان محمد عبده و رسوله لا نبيا ولا رسول بعده. Bapak-bapak, ibu-ibu, serta saudara-saudaraku yang dirahmati Allah. Tiada sepatah kata pun yang dapat kita ucapkan pada saat ini selain ucapan tahmid dan tasbih kepada satu-satunya sandaran hidup kita Allah swt, yang telah memberikan berbagai macam kenikmatan dan rahmat-Nya kepada kita yang tentunya tak terhitung jumlahnya. Shalawat disertai salam semoga tetap tercurahkan kepada uswah dan suri teladan kita, Nabi Muhammad saw. Atas perjuangan beliaulah saat ini kita dapat mengenal Islam, Dien yang diridhoi oleh Allah swt dengan berbagai aturan yang menata kehidupan kita di dunia dan akhirat. Hadirin sekalian yang berbahagia. Ajaran Islam yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad saw yang kini kita kenal dan kita anut, tentunya tidak...