Langsung ke konten utama

Mengukir Senja di Suramadu #Part 3 (The End)

Lomba Blog "Ide Untuk Suramadu"

 Senja Baru di Suramadu


Bus patas kelas eksekutif jurusan Jogja - Surabaya melaju perlahan. Meninggalkan pangkalanya di Terminal Giwangan, Jogja. Perjalanan dari Jogja ke Surabaya, bukanlah perjalanan yang singkat. Tapi ini adalah perjalanan yang cukup memakan waktu. Selama 8 jam lamanya, aku harus rela duduk di dalam bus itu dengan mendekap tas ransel besar, yang selalu kubawa tatkala pulang kampung. Sebenarnya bukan masalah jika aku memeluk tas ransel itu selama 8 jam perjalanan. Hanya saja yang membuat kakiku cukup gemetar saat turun dari bus adalah, beban yang harus kubawa tak sebanding dengan tubuh yang tak begitu gemuk pun tidak tinggi. 

Pagi itu langit terlihat amat cerah. Lalu lalang kendaraan bermotor juga terlihat sangat ramai. Mungkin karena hari di mana aku pulang adalah hari dan jam kantor, semua pengendara terlihat begitu tergesa melalui setiap baris lampu merah. Tak terkecuali dengan bus yang kutumpangi. Namun untuk yang satu ini, aku tahu pasti apa alasannya. Karena bus ini menamakan dirinya bus patas, sudah barang tentu ia akan mencoba melaju secepat kilat. Walau sebenarnya tak sepenuhnya apa yang dilakukan itu benar. Tapi mungkin saja ada nilai plus tersendiri. Bagi orang-orang yang tidak suka perjalanan lama. Karena itu pastinya akan membosankan.

Lain lagi denganku. Bus yang berlari hampir sekencang Harimau itu terkadang mengganggu waktu lelapku. Aku memang bukan orang yang menyukai perjalanan dengan waktu tempuh lama. Jika itu harus terjadi, aku akan lebih memilih untuk tidur sepanjang perjalanan. Karena memang sudah menjadi tabiatku pula, cepat terlelap begitu tubuh ini menyentuh kursi mobil atau bus. Seperti pagi itu. Padahal jam baru menunjukkan angka 08.30 WIB, tapi netraku sudah tak bisa bekerja penuh. Terbuka, dan tertutup. Perlahan tapi pasti alis atas dan bawah sudah saling bertaut. Kepalaku juga mulai sedikit bergoyang, ke kiri, dan ke kiri. Hingga akhirnya ....
"Mbak, Madura udah kayak apa ya? Udah banyak yang berubah belum ya, Mbak? Apalagi yang di Suramadu-nya tuh. Aku udah 6 bulanan nih nggak pulang ke Madura."
Duh, gagal yang mau tidur...

"Mbak pulang terakhir kemarin bulan Mei, masih belum ada perubahan apa-apa di Suramadu." Aku menjawab sekenanya. Seenak mulut ini mengeluarkan kata-kata.

"Masih belum ada perubahan apa-apa, Mbak?! Wah, khan sayang tuh ya kalau di Suramadu masih nggak ada apa-apanya begitu!" Suci menimpali kata-kataku dengan nada yang sedikit tinggi. Entah karena saking bersemangatnya dia ingin melihat perubahan di Suramadu, atau karena dia sedikit sebal dengan kondisi kawasan Suramadu yang masih begitu-begitu saja.

 Tapi sudahlah, terserah Suci mau ngungkapin perasaannya gimana. Aku sekarang benar-benar ngantuk.

"Hm? Ya, emang sayang. Harusnya, Suramadu tu bisa lebih bagus daripada yang sekarang..." 

 Mataku sudah benar-benar tidak bisa diajak kopromi. Kedua bola mataku sudah terlindungi oleh kelopak, tapi mulutku masih sempat berpamitan pada Suci.

"Ci, Mbak tidur dulu ya."

"Waduh, udah teler ya Mbak. Oke dah Mbak."

Hm... aku bukan teler, Suci. Hanya menghindari biar nggak teler beneran. Jadi lebih baik aku memejamkan mata, dan biarkan aku tertidur pulas sampai tiba di tempat tujuan.

***

8 jam kemudian. Aku dan Suci sudah tiba di terminal Purboyo. Hari sudah semakin sore, tapi aku tak bisa langsung pergi meninggalkan terminal. Karena pada saat itu kebetulan adik yang biasa menjemputku di terminal tidak bisa datang. Jadi, terpaksa aku harus naik bus ekonomi patas jurusan Madura via Suramadu. Sebenarnya aku paling tidak suka naik bus ekonomi. Bukan karena lama atau tak ada AC (AC beneran bukan yang angin cuma-cuma lho ya), tapi karena aku paling tidak tahan dengan bau dan asap rokok. 

Setibanya di bus itu, aku memilih tempat duduk paling pinggir nomor dua dari depan. Tujuannya agar aku dapat angin lebih banyak yang masuk dari pintu depan bus. Karena biasanya pintu depan bus itu tidak pernah tertutup, sekalipun bus sudah melaju. 

Setengah jam sudah kami berdua menunggu di dalam bus itu. Sambil sesekali membicarakan hal-hal yang tak penting. Hanya untuk mengusir kebosanan. Sementara, penumpang yang naik baru mencapai setengahnya. Aku pun berpikir, bus itu masih belum akan berangkat jika penumpangnya belum penuh. Ah tapi ternyata aku salah. Karena lima menit kemudian bus itu sudah mulai meninggalkan terminal Purboyo. 

Sampai di sebuah persimpangan jalan, bus yang kami tumpangi tiba-tiba berhenti. Entah karena ada penumpang yang mau naik atau hendak turun. Setelah menunggu beberapa menit, terdengar adzan maghrib berkumandang. Secara spontan pula, semua penumpang bus yang saat itu tengah menjalani ibadah puasa Ramadhan langsung menenggak minuman yang sudah mereka siapkan. Tak terkecuali kami berdua. (Oh ya, aku belum bilang ya kalau perjalanan pulangku kali itu bertepatan dengan bulan Ramadhan kemarin, tepatnya H-5 lebaran Idul Fitri 1435 H). 

Perjalanan pun dilanjutkan, hingga satu jam kemudian bus yang kami tumpangi sudah memasuki kawasan jembatan Suramadu. Hanya tinggal hitungan menit lagi, aku akan sampai di kampung halaman. Tempat di mana segala beban pikiran dan hiruk pikuk masalah di tanah rantau bisa terlepas dan ditinggalkan sejenak. Hingga tanpa sadar aku memandang lurus ke depan. Tepat ke arah pulau Madura yang berada di seberang laut. Tiba-tiba percakapan yang terjadi diantara aku dan Suci saat masih berada di kawasan Jogjakarta, teringat kembali. 

"Tuh Ci lihat! Masih belum ada perubahan apa-apa kan di Suramadu!" kataku mulai membuka obrolan.

"Eh iya, Mbak. Benar!"

"Lihat juga tuh yang di sana, masih gelap gulita," timpalku lagi, sambil menunjuk ke arah pulau Madura di sisi kanan dan kiri jembatan.

"Iya, Mbak. Kok masih belum ada yang berubah ya di Madura. Padahal kan udah ada Suramadu," jawab Suci lagi.

"Haa... ya, betul itu. Harusnya kan di daerah sana sudah bisa lebih hidup dan terlihat lebih indah. Coba ya di sana itu ada ...."

Dan mulailah aku membayangkan hal-hal "liar" yang belum pernah kuimajinasikan sebelumnya. Kusampaikan "ide gila"ku itu pada Suci dengan menggebu. Bahkan disertai dengan nada yang sedikit kencang. Sampai-sampai orang yang duduk di seberang kami berkali-kali menoleh, dan terkadang menyunggingkan senyum. Mungkin dia mengira aku sedang merancang masa depan yang "aneh" dan "tidak mungkin" untuk seluruh penduduk Madura. Tapi tak kupedulikan orang-orang itu. Aku terus saja mengoceh sampai akhirnya aku tiba di persimpangan jalan antara Kabupaten Bangkalan dan Sampang. Karena aku harus berpisah dengan Suci yang akan meneruskan perjalanannya ke Kabupaten Pamekasan.  

***

Sampai di sini, aku rasa sudah cukup berchit-chatnya (bercerita). Saatnya sekarang aku membagikan ideku yang sudah cukup lama tersimpan ini. Aku katakan cukup lama, karena ide ini memang muncul dalam perjalananku pulang ke Madura, seperti yang sudah kuceritakan di atas. 

Nah, apakah "ide aneh dan gila" (mungkin) terakhir yang pernah terbersit dalam kepalaku itu??? Ini dia jawabannya. 

Saat mataku memandang lurus dalam gelapnya malam ke arah pulau Madura, dari jembatan Suramadu, aku membayangkan ada sebuah komplek rumah makan yang terapung di atas lautan atau selat Madura, tepatnya di sebelah kanan kaki jembatan. Rumah makan - rumah makan itu berbaris rapi dengan ciri khasnya sendiri. Salah satu, dua, atau tiga dari rumah makan itu bahkan menyuguhkan sajian makanannya di alam terbuka. Berlantaikan papan kayu yang memanjang dari ujung pintu rumah makan, hingga beberapa meter ke arah laut. Dari tempat itu para pengunjung ditawari segala macam aneka makanan dan ikan laut khas Madura, dan yang tak kalah menariknya lagi, di sanalah para wisatawan itu akan dimanjakan oleh "senja", sebuah pemandangan sunset (matahari terbenam) yang berlatarkan jembatan Suramadu.

Bukan hanya itu saja, jika sekarang pemerintah kota Bangkalan menyediakan satu fasilitas taman yang berada tak jauh dari kaki jembatan Suramadu, aku juga punya satu (bayangan) taman yang cukup luas dan besar. Taman yang bisa menampung ratusan pengunjung untuk menikmati berbagai macam wahana permainan. Dari permainan yang bisa dinikmati oleh anak-anak, hingga wahana yang bisa dinikmati oleh orang dewasa. Taman yang berada tak jauh dari rumah makan apung itu juga menyediakan wahana menarik lainnya, salah satunya adalah komedi putar raksasa. Kenapa aku katakan raksasa? Sebab, saat kita berada di puncak tertinggi dari lingkaran komedi putar itu, sejauh mata memandang, kita akan melihat pulau Madura dan Jawa Timur dari balik bilik komedi putar yang kita naiki. Indah bukan?! Ah, aku saja yang membayangkan sudah sangat mengasyikkan, apalagi jika itu benar - benar bisa dinikmati bersama. Tak kan bisa terdefinisikan oleh kata.

Apakah hanya itu ideku? 

Oh...tidak. Aku masih ada beberapa lagi. Sepertinya masih tersisa empat ide lagi. Hehehe.

Kawan-kawan yang membaca tulisan ini masih ingat kan dengan salah satu ideku pada tulisan "Mengukir Senja di Suramadu #Part 2, Mencari Sudut Terindah"? What? Bingung dan nggak tahu yang mana idenya??? Oke, aku kasih kata kuncinya deh kalau begitu. Hm... kata kuncinya adalah ... perahu. Sudah ingat kan sekarang. Hehehe. Perahu hias yang kumaksudkan itu, adalah perahu hias yang bisa membawa penumpangnya menikmati indahnya malam hari di Suramadu. Bukan hanya menikmati kilauan lampu yang memancar di Suramadu, tapi juga bisa mencicipi makanan - makanan ringan khas Madura yang dijual di pinggir laut. Para wisatawan yang datang dari arah Surabaya dan menggunakan perahu hias itu, bisa singgah ke sana tanpa terlebih dahulu berjalan memutar dari jembatan. Karena perahu hias yang mereka tumpangi bisa lewat di bawah jembatan Suramadu. Perahu hias itu akan beroperasi siang - malam, sehingga wisatawan tak perlu risau jika ingin mengambil momen bersama, baik saat Sang Mentari ada di ufuk Timur maupun saat ia mulai beranjak pamit dan berada di ufuk Barat. ^_^

Tapi, jika para pengunjung yang datang ke Madura ingin menikmati sajian lainnya dari Madura, entah itu mengenai sejarah Madura beserta keempat kabupatennya, kerajaan - kerajaan di Madura, sesepuh - sesepuh atau kiai dari Madura. Ada tempat khusus pula yang sudah menyediakan semua artefak tentang Madura. Tepatnya, Museum Madura. Letaknya di mana? Tuh, pas sebelum atau di belakang jejeran pedagang makanan ringan khas Madura yang berada di pinggir laut. Dan di samping Museum itu, berdirilah sebuah Masjid Agung Madura yang tangguh, disertai dengan dua menara yang menjulang ke langit. Memohon ridho pada Sang Pencipta. 

Terakhir, masih ada satu ide lagi tersisa, tak jauh dari kawasan Museum Madura itu, sebuah tanah lapang yang tak berpenghuni (karena tidak ada tanaman atau rumah) tersedia untuk dinikmati bersama. "Dinikmati" bukan berarti bisa dimakan lho ya. Tapi, dinikmati dalam artian berbeda. Karena nantinya, di tanah lapang itulah semua pertunjukan seni, budaya dan tradisi Madura akan disajikan. Pada waktu - waktu pertunjukan itulah, wisatawan akan mendapat satu sajian khusus yang mungkin tak kan mereka dapatkan selain di Pulau Madura. Dengan begitu, Suramadu tidak lagi indah hanya saat sendiri. Mereka yang berjiwa petualang akan memiliki tempat tujuan baru untuk disinggahi. Wisatawan pun tak kan kebingungan mencari sudut terindah dari Suramadu. Dan kita pun punya kesempatan untuk bersama - sama mengukir senja yang baru di Suramadu.-


The End 

***
Agar lebih lengkap, di bawah ini kuselipkan sebuah gambar dan ilustrasi. Semoga bisa membantu dan menjadi pelengkap dari penjelasan yang kutulis. Sekalipun gambarnya tidak bagus, tapi kuharap bisa mendukung ulasan dari keseluruhan ideku untuk pembangunan berkelanjutan di wilayah sekitar Suramadu. ^_^

Nah, kalau untuk part pertama dan kedua ada di sini dan di sini.

Ilustrasi ideku untuk Suramadu

 

 


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

2 Ide Abstrak

Tidak peduli apa yang orang katakan padamu, kata dan ide bisa mengubah dunia. (Robbin Williams Dari film Dead Poet's Society) Ngomong-ngomong tentang ide, saya punya dua ide abstrak. Bisa jadi dua ide ini beberapa tahun yang akan datang akan menjadi kenyataan dan akan kita temui di dunia nyata. Dua ide yang mencuat dari pikiran saya itu adalah: 1. Ada alat yang bisa merekam mimpi manusia saat ia tertidur. 2. Ada alat yang bisa memanggil dengan kata kunci tertentu saat kita membaca Koran.  Baiklah, akan saya jelaskan dulu mengapa saya sampai punya dua ide itu. Pertama , saat saya atau kita semua dalam kondisi tidur, ada waktu dimana pikiran kita berada di dunianya sendiri, yakni dunia mimpi. Saat itu kita hidup di dunia kedua kita, alam mimpi. Berbagai macam hal tak terduga dan tak terdefinisi di dunia nyata akan kita temui dalam dunia kedua itu. Bahkan, bentuk-bentuk dan rupa-rupa manusia atau makhluk hidup lainnya tak menutup kemungkinan akan kita temui pula. Ambi

Dakwah Kontekstual di Era Digital

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya globalisasi di dunia ini baik dari segi ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya telah menjadikan kehidupan manusia mengalami alienasi , keterasingan pada diri sendiri atau pada perilaku sendiri, akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak sepenuhnya terintegrasi dalam kepribadian umat manusia. Selama masih ada manusia yang hidup di muka bumi ini, selama itu pula lah satu hal yang dinamakan Dakwah itu perlu ada bahkan wajib ada. Karena setiap muslim berkewajiban untuk berdakwah, baik sebagai kelompok maupun individu, sesuai dengan kemampuan masing-masing, dalam segi ilmu, tenaga, dan daya. Dengan derasnya arus globalisasi yang juga menimpa umat islam, pelaksanaan dakwah seperti mengejar layang-layang yang putus. Artinya hasil-hasil yang diperoleh dari dakwah selalu ketinggalan dibanding dengan maraknya kejahatan dan kemaksiatan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah konsep dakwah yang sesuai dengan perkembangan

Mengukir Senja Di Suramadu #Part 2

Lomba Blog "Ide Untuk Suramadu" Mencari Sudut Terindah Deru mesin pesawat Air Asia mulai terdengar bising disertai tangisan seorang anak kecil, yang mengaku telinganya kesakitan. Beberapa kali kursi yang kududuki ikut sedikit berguncang, saat moncong kemudian diikuti badan pesawat mulai menyentuh gumpalan-gumpalan awan putih. Ketinggian pesawat juga mulai menurun perlahan. Dua orang pramugara dan tiga pramugari mulai berdiri dari tempatnya duduk. Mereka mulai menyisir semua tempat duduk penumpang yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Sembari terus melempar senyum, mereka berkata ramah, " Bapak, Ibu, penumpang pesawat Air Asia mohon semua alat elektroniknya dinonaktifkan. Dalam waktu lima belas menit lagi kita akan segera melakukan pendaratan. Dan mohon sabuk pengamannya dikenakan kembali. Terima kasih. " *Kurang lebih begitulah kata-kata yang kudengar dari mereka. Tapi jika kurang, ya bisa ditambah-tambah sendiri. Kalau lebih, simpan saja dah ya kelebihan