Langsung ke konten utama

Dakwah Kontekstual di Era Digital

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berkembangnya globalisasi di dunia ini baik dari segi ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya telah menjadikan kehidupan manusia mengalami alienasi , keterasingan pada diri sendiri atau pada perilaku sendiri, akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak sepenuhnya terintegrasi dalam kepribadian umat manusia.
Selama masih ada manusia yang hidup di muka bumi ini, selama itu pula lah satu hal yang dinamakan Dakwah itu perlu ada bahkan wajib ada. Karena setiap muslim berkewajiban untuk berdakwah, baik sebagai kelompok maupun individu, sesuai dengan kemampuan masing-masing, dalam segi ilmu, tenaga, dan daya.
Dengan derasnya arus globalisasi yang juga menimpa umat islam, pelaksanaan dakwah seperti mengejar layang-layang yang putus. Artinya hasil-hasil yang diperoleh dari dakwah selalu ketinggalan dibanding dengan maraknya kejahatan dan kemaksiatan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah konsep dakwah yang sesuai dengan perkembangan zaman, karena dakwah tidak hanya dilaksanakan berdasarkan tekstual tapi juga diperlukan cara dakwah secara kontesktual. Disinilah saya akan sedikit memaparkan dan membahas tentang Dakwah kontekstual dalam bingkai amar ma’ruf nahi munkar berdasarkan Al-Quran dan Hadits.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara etimologis kata dakwah ini berasal dari bahasa Arab yang memiliki akar kata دعا- يدع- دعوة yang berarti menyeru, memanggil, mengajak. Isim fa’ilnya (pelaku) adalah da’i داع) ) yang berarti pendakwah.
Dan secara terminologis dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil orang muslim mau pun non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar, melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat. Singkatnya, dakwah, seperti yang ditulis Abdul Karim Zaidan, adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.
Kata “kontekstual” berasal dari “konteks” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung dua arti: 1) bagian sesuatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; 2) situasi yang ada hubungan dengan suatu kejadian.(Tim Penyusun Kamus: 1989: 458). Dengan kata lain Kontekstual merupakan sesuatu yang sifatnya dinamis, uptudate dapat diterima, dipahami secara umum, relevan dengan situasi, tidak ketinggalan zaman, fleksibel, terbuka, dan dinamis dalam situasi dan kondisi apapun.
B. Jalan Dakwah Rasulullah S.A.W
Muhammad bin Abdullah, sebuah nama yang ditulis dengan huruf yang bercahaya dalam jiwa orang-orang yang mengesakan Allah. Dialah orang terkemuka dan terhormat, orang yang disebut namanya di dalam Taurat dan Injil, orang yang dibantu Jibril membawa bendera kemuliaan, dan orang yang namanya menggema di kalangan Bani Abdi Manaf bin Qusay.
Dialah kebahagiaan dan kenikmatan untuk semua, ketika dia berkhutbah, mimbar pun terguncang, jiwa-jiwa terbangunkan, semangat terbakar, orang-orang yang mendengar akan tergerak, dan para pengkhutbah pun akan terheran-heran. Ketika dia bertutur, tuturannya membawa ke batas jiwa dan melewati tepian ruh. Ucapannya menyusup ke relung-relung hati. Kata-katanya membekas dalam lembaran ingatan sebagai ukiran yang indah dan menggaris dalam empedu hati. (‘Aidh Al-Qarni, 2008: 129)
Beliaulah Rasulullah s.a.w, sang pembawa risalah Ilahi. Selama dua puluh empat tahun beliau tidak pernah istirahat dan diam, tidak hidup untuk diri sendiri dan keluarga beliau. Beliau senantiasa bangkit untuk berdakwah kepada Allah, memanggul beban berat di pundaknya, tidak mengeluh dalam melaksanakan beban amanat yang besar di muka bumi ini, memikul beban kehidupan semua manusia, beban akidah, perjuangan, dan jihad, di berbagai medan.
Jika kita melihat kembali pada sejarah, dimana Rasulullah s.a.w masih hidup, tantangan dan cobaan dakwah yang beliau alami jauh lebih berat daripada dakwah kita di zaman ini. Berbagai tekanan ejekan,penghinaan, menjelek-jelekkan ajaran beliau, melawan Al-Quran dengan dongeng orang-orang dahulu, yang dilakukan orang kafir Quraisy demi menghentikan laju dakwah Rasulullah di sebarkan secara terang-terangan sejak permulaan tahun keempat kenabian. Tak pernah ada seorang da’i yang pernah dilempari batu hingga tumitnya berdarah, di taburi duri didepan rumah dan di jalan yang dilaluinya, dilempari isi perut seekor domba ketika sedang shalat, atau diletakkan kotoran unta ketika sedang sujud kepada Allah SWT. Kejadian seperti ini tidak pernah terjadi kecuali pada Nabi Muhammad SAW. Namun, gangguan dan siksaan-siksaan seperti ini tidak begitu berarti bagi Rasulullah SAW, karena beliau memiliki kepribadian yang tidak ada duanya, berwibawa dan dihormati setiap orang, umum maupun khusus.(Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, 2010: 90)
Kesempurnaan jiwa dan kemuliaan akhlak beliau selalu tercermin dalam setiap detik kehidupannya. Beliau adalah orang yang lembut, murah hati, mampu menguasai diri, suka memaafkan ketika memegang kekuasaan dan sabar saat ditekan. Beliau adalah orang yang paling tawadhu’ (merendahkan diri) dan paling jauh dari sifat sombong, orang yang paling adil, paling jujur perkataannya, paling aktif memenuhi janji dan menyambung tali persaudaraan, membaguskan yang bagus dan membenarkannya, memburukkan yang buruk dan melemahkannya, tidak kaku dan keras, tidak suka mengutuk, tidak berkata keji,dan tidak suka mencela. Beliau meninggalkan tiga perkara dari dirinya: riya’, banyak bicara dan membicarakan sesuatu yang tidak perlu. Beliau meninggalkan manusia dari tiga perkara: tidak mencela seseorang, tidak menghinanya dan tidak mencari-cari kesalahannya.
Secara umum Rasulullah SAW adalah gudangnya sifat-sifat kesempurnaan yang sulit dicari tandingannya. Allah membimbing dan membaguskan bimbingan-Nya, sampai-sampai Allah SWT berfirman terhadap beliau seraya memuji beliau,
“Dan sesunguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam: 4)
Sifat-sifat yang sempurna inilah yang membuat jiwa manusia merasa dekat dengan beliau, membuat hati mereka mencintai beliau, menempatkan beliau sebagai pimpinan yang menjadi tumpuan harapan hati. Bahkan orang-orang yang dulunya bersikap keras terhadap beliau berubah menjadi lemah lembut, hingga akhirnya manusia masuk ke dalam agam Allah secara berbondong-bondong. Inilah rahasia suksesnya dakwah Rasulullah SAW, dengan jerih payah disertai akhlak beliau yang mulia dalam berdakwah Islam dapat tersebar ke seantero dunia hingga saat ini.

C. Prinsip-prinsip Dakwah
Untuk melaksanakan dakwah, Allah SWT telah memberikan petunjuk seperti tersebut dalam Alquran Surat An-Nahl ayat 125
ادع الى سبيل ربك با لحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم با لتى هي احسن
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan jalan yang lebih baik.” (An-Nahl : 125)
Seorang da’i yang mengajak manusia ke jalan Allah hendaknya menggunakan cara yang baik dan bijaksana. Bijaksana dalam artian mempertimbangkan situasi dan kondisi masyarakat yang dihadapi. Berdakwah dengan bijaksana berarti seorang dai harus memperhatikan waktu, tempat,dan lingkungan masyarakat yang dihadapi. Berdakwah dengan hikmah, yakni harus dengan ilmu. Allah dan Rasul-Nya menyebut ilmu itu dengan sebutan hikmah, karena ilmu itu menyangkal kebatilan dan membantu manusia untuk mengikuti yang haq (kebenaran).
Seorang da’i harus mengetahui dan menguasai apa-apa yang diserukannya dan apa-apa yang dilarangnya sehingga tidak berbicara atas nama Allah tanpa berdasarkan ilmu. Namun, bersama ilmu itu pula harus disertaidengan pelajaran (nasihat) yang baik dan bantahan yang lebih baik saat di perlukan, karena sebagian orang ada yang hanya cukup dengan penjelasan kebenaran dan sebagian lagi ada yang tidak bereaksi dengan penjelasan tentang kebenaran sehingga perlu nasihat yang baik. Dan ada pula yang telah diliputi keraguan, untuk hal yang semacam ini perlu didebat (dibantah) dengan tujuan untuk membongkar keraguan tersebut. Maka sang da’i dalam menghadapi situasi seperti ini perlu menerangkan kebenaran disertai dalil-dalinya serta membantah keraguan tersebut dengan dalil-dalil syar’i. Dan dalam melakukan ini harus dengan perkataan yang baik, tutur kata yang halus dan lembut, tidak kasar dan tidak keras agar orang yang didakwahinya tidak antipati terhadap kebenaran dan tetap bertahan pada kebatilannya.
Rasulullah SAW pernah berpesan kepada Mu’adz bin Jabal saat beliau mengutusnya ke Yaman,
“Ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Setelah mereka mematuhi itu, beritahulah mereka bahwa sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas mereka pelaksanaan lima kali shalat dalam sehari semalam. Setelah mereka mematuhi itu, beritahulah mereka bahwa sesungguhnya Allah telah mewajibkan zakat atas mereka yang diambil dari yang kaya untuk disalurkan kepada yang miskin di antara mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dari pesan Nabi SAW tersebut dapat kita ketahui bahwa dakwah dimulai dengan yang paling penting, lalu yang penting dengan memilih kesempatan, waktu dan tempat yang tepat dan sesuai untuk berdakwah. Adakalanya saat yang tepat adalah mendakwahinya di rumahnya dengan mengajaknya berbincang-bincang, adakalanya juga cara yang tepat adalah dengan mengajaknya berkunjung ke rumah seseorang agar didakwahi, adakalanya pula pada saat-saat yang lain. Namun yang jelas, seorang muslim yang berakal dan berpengetahuan akan mengetahui bagaimana bersikap dalam mengajak orang lain kepada kebenaran.
D. Dakwah Kontekstual di Era Digital
Metode dakwah Rasulullah SAW pada awalnya dilakukan melalui pendekatan individual (personal approach) dengan mengumpulkan kaum kerabatnya di bukit Shafa. Kemudian berkembang melalui pen¬dekatan kolektif seperti yang dilakukan saat ber¬dakwah ke Thaif dan pada musim haji.

Dakwah kontekstual diartikan sebagai cara penyiaran Islam yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat serta problem yang mereka hadapi. Problem yang dihadapi oleh masyarakat tidak selalu tetap tetapi bisa berubah-ubah dari waktu ke waktu.
Para penyiar Islam, seperti : dai, mubalig, ulama, kiai, ustad, guru agama, dosen agama, hendaknya selalu menyampaikan ajaran Islam yang ada relevansinya dengan problem-problem yang aktual. Ajaran Islam hendaknya difungsikan sebagai problem solving. Metode-metode sosialisasi dan internalisasi ajaran Islam hendaknya selalu dibahas secara mendalam agar lebih efektif.
Dan di abad ini dimana kita hidup saat ini adalah abad ke-21, dan saya menyebutnya sebagai abad atau era globalisasi dan era digital. Era globalisasi, yang telah menjadikan semua yang ada di muka bumi ini dapat terjangkau dan dapat kita temui dimana saja kita berada. Globalisme yang telah memasuki ranah-ranah kehidupan, baik dari segi ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, food, fun dan fasion, telah mempengaruhi gaya dan cara hidup masyarakat. Era digital, telah mulai merasuk dalam nafas hidup masyarakat. Semua serba bisa. Peralatan elektronik digital yang awalnya hanya dimiliki oleh kalangan atas, kini sudah mulai dimiliki oleh berbagai kalangan. Sampai penjual bakso dan siomay pun juga ikut merasakan dan memiliki peralatan canggih ini (red. HP). Dan internet yang mulai diminati dan menjadi kebutuhan dari mulai orang tua hingga anak-anak. Hal ini tidak terlepas dari dampak globalisasi yang telah merambah ke negara kita tercinta ini. Disinilah kita para da’i dan da’iyah hidup. Di zaman yang sudah semakin canggih dan modern.
Sejalan dengan perkembangan teknologi yang mengakibatkan perubahan tata nilai dan budaya manusia ke arah tata kehidupan yang bersifat rasional dan fungsional, pemanfaatan media untuk menyampaikan pesan kebajikan merupakan potensi penting dan langkah strategis yang harus mendapat perhatian proporsional. Dalam konteks Islam, informasi jelas mempunyai kedudukan yang sangat strategis, terutama dalam konteks dakwah Islamiyah sebagai upaya menyebarluaskan nilai-nilai religiusi kepada umat manusia. Informasi yang berkembang diharapkan tidak menciptakan dan menyebarkan informasi yang menyesatkan sehingga citra kebenaran menjadi menyimpang.
“Sampaikanlah, walau hanya satu ayat,” demikian ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya suatu ketika. Ujaran yang sangat terkenal tersebut berintikan ajakan kepada para penganut agama Islam untuk senantiasa menyempatkan diri untuk berdakwah dan berbagi pengetahuan bagi sesama, kapanpun dan dimanapun.
Semangat dakwah yang disebut diatas; meskipun hanya satu ayat, merupakan satu bentuk “tanggung jawab moril” yang sangat mengakar di kalangan umat Islam. Segala daya dan upaya untuk melakukan dakwah terus dilakukan, hingga kini.Setelah beratus tahun berselang sejak dakwah lisan dikumandangkan oleh Rasulullah, pada masa kini dakwah telah menggunakan medium bit, binary dan digital. Dakwah dalam bentuk tulisan di buku, koran, majalah, tv dan radio mendapatkan komplementernya berupa text dan hypertext di Internet.
Internet adalah media dan sumber informasi yang paling canggih saat ini sebab teknologi ini menawarkan berbagai kemudahan, kecepatan, ketepatan akses dan kemampuan menyediakan berbagai kebutuhan informasi setiap orang, kapan saja, dimana saja dan pada tingkat apa saja. Internet sebagai sumber informasi memungkinkan semua orang untuk terus belajar seumur hidup, kapan dan dimanapun serta untuk keperluan apapun. Dan untuk kebutuhan belajar bagi setiap individu, Internet tidak hanya menyediakan fasilitas penelusuran informasi tetapi juga komunikasi.
Berdakwah merupakan kewajiban setiap manusia, setiap orang dalam berbagai profesi bisa melaksanakan da’wah. Sebab berda’wah dapat dilakukan dalam multidemiensi kehidupan. Sebagaimana telah diketahui bahwa dakwah Islam tidak hanya bi al-lisan (dengan ungkapan/kata-kata), melainkan juga bi al-kitab (sengan tulis-menulis), bi at-tadbir (manajemen/pengorganisasian) dan bi al-hal (aksi sosial). Seorang dai atau muballig yang baik tidak hanya menguasai materi dakwah, melainkan juga harus memahami budaya masyarakat yang menjadi sasaran dakwahnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Berbicaralah kepada manusia menurut kadar kecerdasan mereka.” (HR. Muslim). Hal ini menunjukkan dan menuntut para da’i untuk bisa mengetahui dimana mereka berada, seperti apa mad’u mereka, dan bagaimana cara mereka menyampaikan dakwahnya kepada para mad’unya. Dengan demikian akan mempermudah da’i dalam memilih kata dan menemukan metode apa yang harus digunakan.
Dengan adanya globalisasi ini kompetisi akan semakin berat, sehingga kita perlu berlomba-lomba menguasai teknologi informasi serta mencari ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya, oleh karenanya penguasaan teknologi informasi mutlak diperlukan oleh umat Islam, karena hal itu merupakan salah satu cara paling efektif guna menyampaikan informasi yang sebenarnya mengenai agama Islam.
Setiap penuntut ilmu yang dianugerahi pemahaman oleh Allah dalam perkara agama dan setiap alim yang telah di bukakan akalnya oleh Allah, hendaknya memanfaatkan ilmu yang telah dianugerahkan kepadanya, memanfaatkan setiap kesempatan yang memungkinkan untuk berdakwah, sehingga dengan begitu ia bisa menyampaikan apa yang diperintahkan oleh Allah, mengajarkan syari’at Allah kepada masyarakat, mengajak mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran, menerangkan kepada mereka hal-hal yang masih samar terhadap mereka di antara perkara-perkara yang diwajibkan atas mereka atau diharamkan Allah atas mereka.
Dalam Majalah Tabligh, Dakwah Khusus, Vol. 01/No. 12/Juli 2003 dituliskan tentang pemikiran Prof. Dr. H. M. Amien Rais,MA. dalam bukunya Moralitas Politik Muhammadiyah, yang menawarkan lima ‘Pekerjaan Rumah’ yang perlu diselesaikan, agar dakwah Islam di era informasi sekarang tetap relevan, efektif, dan produktif.
Pertama, perlu ada pengkaderan yang serius untuk memproduksi juru-juru dakwah dengan pembagian kerja yang rapi. Ilmu tabligh belaka tidak cukup untuk mendukung proses dakwah, melainkan diperlukan pula berbagai penguasaan dalam ilmu-ilmu teknologi informasi yang paling mutakhir.
Kedua, setiap organisasi Islam yang berminat dalam tugas-tugas dakwah perlu membangun laboratorium dakwah. Dari hasil “Labda” ini akan dapat diketahui masalah-masalah riil di lapangan, agar jelas apa yang akan dilakukan.
Ketiga, proses dakwah tidak boleh lagi terbatas pada dakwah bil-lisan, tapi harus diperluas dengan dakwah bil-hal, bil-kitaabah (lewat tulisan), bil-hikmah (dalam arti politik), bil-iqtishadiyah (ekonomi), dan sebagainya. Yang jelas, actions,speak louder than word.
Keempat, media massa cetak dan terutama media elektronik harus dipikirkan sekarang juga. Media elektronik yang dapat menjadi wahana atau sarana dakwah perlu dimiliki oleh umat Islam. Bila udara Indonesia di masa depan dipenuhi oleh pesan-pesan agama lain dan sepi dari pesan-pesan Islami, maka sudah tentu keadaan seperti ini tidak menguntungkan bagi peningkatan dakwah Islam di tanah air.
Kelima, merebut remaja Indonesia adalah tugas dakwah Islam jangka panjang. Anak-anak dan para remaja kita adalah aset yang tak ternilai. Mereka wajib kita selamatkan dari pengikisan aqidah yang terjadi akibat ‘invasi’ nilai-nilai non islami ke dalam jantung berbagai komunitas Islam di Indonesia. Bila anak-anak dan remaja kita memiliki benteng tangguh (al-hususn al-hamidiyyah) dalam era globalisasi dan informasi sekarang ini, insya Allah masa depan dakwah kita akan tetap ceria.
uraian di atas, dapat diprediksi bahwa missi dan tantangan dakwah tidaklah pernah akan semakin ringan, melainkan akan semakin berat dan hebat bahkan semakin kompleks dan melelehkan. Oleh sebab itu, maka dakwah kita saat ini tidak hanya terbatas pada mimbar-mimbar saja, akan tetapi kita bisa berdakwah lewat media apa saja, dimana saja, dan kapan saja, dengan tetap berlandaskan pada metode dakwah Rasulullah SAW dan yang telah dijelaskan dalam AL-Quran.
ادع الى سبيل ربك با لحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم با لتى هي احسن
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan jalan yang lebih baik.” (An-Nahl : 125)
ومن احسن قولا ممن دعا الى الله وعمل صلحا وقال انني من المسلمين
“Siapakah yang lebih baik perkataanya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Fusshilat: 33)
من دعا الى لهدى كان له من الاجر مثل اجور من تبعه لا ينقص ذلك من اجورهم شيءا
“Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahal seperti pahala orang-orang yang mengikuti (ajakan)nya, tidak dikurangi sedikitpun dari pahala-pahala mereka.” (HR. Muslim)


BAB III
PENUTUP
Berdakwah harus dimulai dari diri sendiri, ketika diri kita sudah didakwahi dan berhasil maka berulah kita mendakwahi orang lain. Dan orang lain tersebut kita mulai dari orang-orang terdekat kita yakni, keluarga kita. Karena ketika Rasulullah SAW diperintah oleh Allah untuk berdakwah secara terang-terangan, pertama kali yang beliau dakwahi adalah keluarga dan kerabat terdekat.
Dan menghadapi tantangan dakwah masa kini yang semakin kompleks, maka salah satu alternatif yakni dengan berdakwah secara kontekstual, dengan menggunakan segala aspek yang mendukung dakwah akan tetap bisa terlaksana, baik itu dakwah melalui media, dan dunia maya seperti internet yang saat ini sedang membooming di semua kalangan masyarakat.
Dengan tetap berpegang teguh pada Al-Quran dan Hadits, insyaallah dakwah kita akan berjalan lancar dan sesuai dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Karena lewat media inilah saat ini kita berdakwah dan berhadapan dengan para mad’u yang kompeten dalam bidang ini. Dan kita sebagai da’i seharusnya juga bisa menyamai dan menguasai media layaknya mereka yang sudah kompeten.


Daftar Pustaka
Al-Mubarakfuri, Shafiyyurrahman. 2010. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Al-Qarni, ‘Aidh. 2008. Laksana Nabi Muhammad SAW. Jogjakarta: Diva Press.
Al-Quran Tajwid dan Terjemahannya. Syamil Al-Quran
Fatwa-fatwa tentang Dakwah, Menyeru Manusia Ke Jalan Allah
http://banyumaspromo.info/?p=1047
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/10/04/125571/18/Dakwah-dan-Internet
http://www.suaramerdeka.com/harian/0802/08/opi03.htm
http://www.seasite.niu.edu/trans/indonesian/Concordance/Situs%20Persyarikatan%20Muhammadiyah%20Indonesia-Khatib.htm
Kamus digital Al-Mufid
Majalah Islam Ar-Risalah edisi 79 tahun VII
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka 1989

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2 Ide Abstrak

Tidak peduli apa yang orang katakan padamu, kata dan ide bisa mengubah dunia. (Robbin Williams Dari film Dead Poet's Society) Ngomong-ngomong tentang ide, saya punya dua ide abstrak. Bisa jadi dua ide ini beberapa tahun yang akan datang akan menjadi kenyataan dan akan kita temui di dunia nyata. Dua ide yang mencuat dari pikiran saya itu adalah: 1. Ada alat yang bisa merekam mimpi manusia saat ia tertidur. 2. Ada alat yang bisa memanggil dengan kata kunci tertentu saat kita membaca Koran.  Baiklah, akan saya jelaskan dulu mengapa saya sampai punya dua ide itu. Pertama , saat saya atau kita semua dalam kondisi tidur, ada waktu dimana pikiran kita berada di dunianya sendiri, yakni dunia mimpi. Saat itu kita hidup di dunia kedua kita, alam mimpi. Berbagai macam hal tak terduga dan tak terdefinisi di dunia nyata akan kita temui dalam dunia kedua itu. Bahkan, bentuk-bentuk dan rupa-rupa manusia atau makhluk hidup lainnya tak menutup kemungkinan akan kita temui pula. Ambi

Mengukir Senja Di Suramadu #Part 2

Lomba Blog "Ide Untuk Suramadu" Mencari Sudut Terindah Deru mesin pesawat Air Asia mulai terdengar bising disertai tangisan seorang anak kecil, yang mengaku telinganya kesakitan. Beberapa kali kursi yang kududuki ikut sedikit berguncang, saat moncong kemudian diikuti badan pesawat mulai menyentuh gumpalan-gumpalan awan putih. Ketinggian pesawat juga mulai menurun perlahan. Dua orang pramugara dan tiga pramugari mulai berdiri dari tempatnya duduk. Mereka mulai menyisir semua tempat duduk penumpang yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Sembari terus melempar senyum, mereka berkata ramah, " Bapak, Ibu, penumpang pesawat Air Asia mohon semua alat elektroniknya dinonaktifkan. Dalam waktu lima belas menit lagi kita akan segera melakukan pendaratan. Dan mohon sabuk pengamannya dikenakan kembali. Terima kasih. " *Kurang lebih begitulah kata-kata yang kudengar dari mereka. Tapi jika kurang, ya bisa ditambah-tambah sendiri. Kalau lebih, simpan saja dah ya kelebihan