Langsung ke konten utama

GGS Tak Setampan Dua Kata Pertama

Kalian tahu fenomena yang tengah terjadi saat ini? Ya, demam GGS! Bagi pecinta film-sinetron khususnya-pasti tahu apa itu GGS. Sementara bagi yang tidak tahu, mungkin akan mengganggap ada nama makanan atau tempat baru. Ya, sebab sebelumnya, saya juga mengira GGS itu nama makanan atau tempat baru. Tapi ternyata bukan.

Saya tidak akan berpanjang kali lebar menebarkan kisah apa yang tersembunyi di balik tiga huruf itu. Saya menuliskan tentang hal ini pun bukan karena senang akan tayangan itu. Tapi karena gigi-gigi saya sudah bergemerutuk, jari-jari saya juga ikut mengerang, saat orang-orang berlomba-lomba menyukai film itu. Bukan hanya mereka yang menyukai tayangan itu, tapi ada saja yang malah berlomba-lomba membuat tayangan serupa.

Apa sebenarnya kelebihan sinetron yang mulai tak masuk akal itu? Jika dikatakan itu sebagai hiburan, ya memang benar itu hiburan. Tapi hiburan yang tidak mendidik, tidak kreatif, dan tidak masuk akal. Saya kira, orang yang suka dengan tayangan itu sebenarnya juga punya pendapat yang sama. Sebab saya tadi membaca ulasan tentang sinetron itu di koran Republika edisi Rabu, 15 Oktober 2014. Dalam ulasan itu juga disampaikan apa opini para remaja yang menyukai dan pernah menonton tayangan itu. Mereka, sekalipun ada diantaranya yang sangat menyukai tayangan itu, tapi tetap sadar bahwa tayangan itu tak ada manfaatnya, tidak mendidik. Tapi kenapa tayangan itu masih tetap ditonton?!

Saat saya membaca berita bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan memberikan sanksi pada sinetron GGS itu, dengan tidak menayangkannya selama tiga hari berturut-turut, saya bersyukur. Namun, alangkah lebih baiknya lagi jika sanksi itu berlaku selamanya. Dalam arti, tidak hanya larangan tayangan selama tiga hari, tapi larangan tayang untuk seterusnya.

Hari ini pula saya juga sempat membaca komentar dari salah seorang pemain GGS di salah satu koran lain, entah siapa namanya saya tidak ingat. Dia sepertinya tidak setuju jika yang mendapat sanksi itu hanya tayangan GGS, sementara tayangan sinetron lain yang menampilkan adanya adegan mesra atau romantis di sekolah, tidak mendapat sanksi dan teguran. Baiklah, kalau menurut saya, lebih baiknya lagi KPI melarang semua tayangan sinetron remaja saat ini. Toh yang ditonjolkan dari tayangan-tayangan itu tidak lebih dari sekadar hiburan semata. Sementara kondisi remaja negara kita saat ini tengah "sekarat", dilanda kebiasaan buruk dan tingkah bejat yang semakin merajalela.

Sepertinya juga semakin banyak saja tayangan-tayangan aneh yang meniru GGS. Hanya beberapa yang saya tahu dan dengar, seperti "Bastian Steel Bukan Cowok Biasa", "Manusia Harimau", dan katanya juga bakal ada tayangan baru lagi, "Cakep-Cakep Sakti". GGS, Manusia Harimau, Cakep-Cakep Sakti, sepertinya juga tidak jauh berbeda. Menonjolkan ketampanan dan kecantikan pemainnya, konflik percintaan remaja, adegan mesra (mungkin juga ada), dan cerita aneh yang tidak masuk akal. Sementara untuk "Bastian Steel Bukan Cowok Biasa"... saat saya pertama kali tadi melihat gambar tayangan itu, saya sudah bisa menebak bahwa cerita dari sinetron ini bakal meniru serial film fantasi-fiksi terkenal dan sukses-"Harry Potter" (mata saya tidak bisa ditipu, karena Harry Potter adalah film favorit saya). Setelah membaca ulasan dalam berita di Republika itu, tebakan saya benar. Sinetron "Bastian Steel Bukan Cowok Biasa" itu memang mengadaptasi cerita "Harry Potter".

Bertambahnya film sinetron Indonesia yang semakin hari semakin aneh dan membuat kepala ini harus bergerak ke kanan dan kiri, semakin mempertegas pikiran dan pendapat saya, bahwa sinetron Indonesia tidak layak untuk ditonton. Mengapa? Saya punya alasan sendiri, pertama karena alur ceritanya yang njlimet, kedua konflik yang berkepanjangan seolah-olah cerita yang dibangun berada pada titik klimaks terus menerus, ketiga karena konfliknya yang panjang hingga akhirnya saya bertanya-tanya "Kapan selesainya nih film, kok masih ada terus?!" (membuat orang bosan!), keempat tidak kreatif, karena sinetron saat ini mulai banyak yang mengadaptasi cerita dari film-film luar negeri, hanya episodenya saja yang diperpanjang, tapi sama saja, tidak ada yang istimewa!

Melihat fenomena dunia perfilman Indonesia kini yang semakin merosot dan tidak punya kelebihan itu--seperti menyimpan nilai-nilai pendidikan, kepemimpinan, dan akhlak yang baik--lantas siapa yang patut disalahkan dan bertanggungjawab? Jika para penonton tayangan itu sebenarnya sadar bahwa tayangan yang ditonton itu salah dan tidak mendidik. Penontonnya sudah sadar, lalu orang tua dan gurunya bagaimana? Jangan-jangan orang tua dan gurunya malah suka juga dengan tayangan seperti itu. Apa justru itu tidak membahayakan anak-anaknya? (ingat-ingat juga fenomena kekerasan pada remaja saat ini, bisa jadi juga karena tontonannya salah). Sementara untuk sutradara filmnya...? Sepertinya juga tidak banyak yang benar-benar bisa membuat cerita demi memanusiakan dan mendidik generasi penerus bangsa ini. Lantas jika sudah begini, siapa yang bisa memperbaikinya jika bukan kita sendiri?!

Kita yang masih sadar bahwa tayangan itu salah dan tidak pantas ditonton, apalagi ditiru, yang sebenarnya harus ikut membantu memperbaiki kekacauan ini. Para penulis berbakat, bahkan juga yang baru memulai untuk mendalami kesukaannya pada dunia tulis menulis, juga bisa membantu. Membantu dengan menciptakan sebuah karya tulis (baik itu cerpen, novel, fiksi maupun non-fiksi) yang berkualitas. Mengangkat kisah berbeda dari film-film atau tayangan-tayangan yang ada saat ini, dan membubuhkan semangat serta nilai-nilai mulia di dalamnya. Saya percaya bahwa bisa jadi, salah satu, dua, ratusan, bahkan mungkin ribuan dari karya kita itu bisa menggantikan tayangan-tayangan tak bermutu yang saat ini tengah menggerogoti separuh tubuh negeri ini. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengukir Senja Di Suramadu #Part 2

Lomba Blog "Ide Untuk Suramadu" Mencari Sudut Terindah Deru mesin pesawat Air Asia mulai terdengar bising disertai tangisan seorang anak kecil, yang mengaku telinganya kesakitan. Beberapa kali kursi yang kududuki ikut sedikit berguncang, saat moncong kemudian diikuti badan pesawat mulai menyentuh gumpalan-gumpalan awan putih. Ketinggian pesawat juga mulai menurun perlahan. Dua orang pramugara dan tiga pramugari mulai berdiri dari tempatnya duduk. Mereka mulai menyisir semua tempat duduk penumpang yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Sembari terus melempar senyum, mereka berkata ramah, " Bapak, Ibu, penumpang pesawat Air Asia mohon semua alat elektroniknya dinonaktifkan. Dalam waktu lima belas menit lagi kita akan segera melakukan pendaratan. Dan mohon sabuk pengamannya dikenakan kembali. Terima kasih. " *Kurang lebih begitulah kata-kata yang kudengar dari mereka. Tapi jika kurang, ya bisa ditambah-tambah sendiri. Kalau lebih, simpan saja dah ya kelebihan...

Pesan Dari Orang Asing

Beberapa hari yang lalu, tiba-tiba ada pesan masuk di inbox facebook milikku. Bukan pesan dari teman-teman yang terdaftar jadi temanku di fb. Tapi pesan itu datangnya dari seseorang yang belum aku kenal, dan dilihat dari namanya, itu seperti nama orang luar negeri. Dia pun mengirimkan pesan dalam bahasa Inggris. Dengan kemampuan bahasa Inggrisku yang terbatas ini, aku hanya mengerti bahwa dia ingin berkenalan denganku dan ingin mengirimkan pesan berikutnya melalui email. Awalnya perkenalan berjalan lancar sebagaimana mestinya. Dia seorang perempuan yang mengaku berasal dari negara Sudan, Afrika. Tapi kemudian dia berada di kamp sementara di Negara Senegal. Karena menurut yang ia ceritakan, ayah dan ibunya meninggal dunia saat terjadi kerusuhan di negara Sudan. Hingga akhirnya ia mengungsi ke Negara Senegal. Setelah menceritakan tentang kondisi keluarganya, ia memintaku untuk menceritakan padanya tentang diriku. Apa yang aku sukai, apa yang tidak aku sukai, hobi, dan aktivitasku s...

Tulisan Beritaku Dimuat Di Media Online…

Nggak nyangka..benar-benar nggak nyangka. Tulisan berita tentang Langgam Jawa yang kemarin aku buat ditemani sedikit rasa kantuk, ternyata dimuat dibeberapa media berita online. Mungkin ini salah satu keuntungannya aku berada di biro humas UMY. Meski hari pertama aku kaget dan sedikit syok mungkin. Sebab, baru hari pertama sudah disuruh untuk membuat berita. Memang sih, di bangku kuliah aku sudah mendapatkan materi kulih tentang teknik reportase, penulisan berita, penataan surat kabar, editing dan formatologi, tapi tetap saja aku masih kaget. Mungkin karena jangka waktu atau deadline pengumpulan beritanya berbeda, jadi sedikit membuatku syok. Jika di kuliah deadline berita itu 1 minggu, tapi kalau di biro humas ya 1 hari itu juga.. Tapi dari sini aku ternyata bisa belajar, bagaimana aku harus bisa menyelesaikan tulisan berita yang ditugaskn untuk selesai pada hari itu juga. Rasa kantuk, mandek mau nulis apa lagi, perut keroncongan, merasa kurang informasi pendukung beri...