Langsung ke konten utama

Teman Baru Dari Negeri "Kiblat Kedua"

Sudah cukup lama sepertinya aku tak memosting tulisan di sini. Baiklah hari ini kumulai saja dengan kisah perjalanan sehari beberapa waktu yang lalu. Karena aku pernah berjanji untuk menuliskan pengalaman ini, jadi lebih baik aku tuliskan saja saat ini. Daripada aku selalu dihantui oleh kata-kata yang berdengung-dengung di kepala agar segera menunaikan janji ini. 

Oh iya, tapi aku juga pernah janji akan mencoba menuliskannya dengan bahasa Inggris. Heu heu... gimana nih ya?! Hm... versi bahasa Inggrisnya nyusul aja deh. 

Oke, kita mulai saja ya. Kisah dan pengalaman singkat ini sebenarnya bermula dari pikiranku yang selalu bergumam, "Sepertinya seru ya kalau punya teman dari luar negeri. Bisa kenal dengan orang-orang dari seluruh penjuru dunia, dan bisa sambil belajar bahasa Inggris gratis." Hehehe. Aku punya pikiran dan angan-angan seperti itu karena merasa iri dengan mereka yang bisa belajar ke luar negeri, punya teman dari sana, dan bisa berbicara bahasa Inggris dengan lancar.

Jadi, saat aku melihat ada kesempatan untuk berkenalan dengan orang dari luar negeri, hal itu tidak aku sia-siakan lagi. Aku mendorong diriku sendiri untuk berani bertemu, berhadapan, dan berbicara dengan mereka. Sekalipun dengan bahasa Inggris seadanya dan...yah, rada kaku gitu.  #maklum nggak pernah ngomong pakai bahasa Inggris. Hehehe.

Kesempatan itu datang saat pada malam hari, tanpa direncanakan, aku ikut Kepala Biro dan Kaur Humas UMY untuk bertemu dan makan malam bersama orang-orang Palestina. Bukan tanpa kebetulan orang-orang Palestina itu datang ke Jogja dan bertemu dengan kami (dari kampus). Tapi karena keesokan harinya (Selasa, 2 Desember 2014) mereka akan mengadakan konser perdamaian untuk Palestina di gedung Sportorium UMY. Kampus kami. Jadi sebagai tuan rumah, kami harus menyiapkan segala keperluan mereka dan bertanggung jawab atas keberadaan mereka selama 2 hari 2 malam di Jogja. 

Malam itu aku ikut makan malam dengan mereka sebagai jurnalis kampus. Karena memang itulah tugasku di Biro Humas & Protokol UMY. Sebenarnya, keberadaanku di sana kala itu juga karena ajakan dari kepala Biro. Beliau mengatakan jika siapa tahu saja aku bisa mengerti apa yang dibicarakan oleh orang-orang Palestina itu. Karena mereka menggunakan bahasa Arab saat berkomunikasi satu sama lain. 

Aku memang mencoba menyanggupinya. Namun, saat aku mendengar percakapan mereka malam itu, aku sedikit terkejut dan merasa aneh. Karena bahasa Arab yang kudengar berbeda dengan bahasa Arab yang pernah kupelajari. Akhirnya aku benar-benar menyerah karena tak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan. Hingga akhirnya aku tahu, ternyata bahasa Arab yang mereka gunakan untuk berkomunikasi itu adalah bahasa Arab 'Amiyah, bahasa Arab yang tidak resmi, atau lebih kerennya, bahasa Arab 'Amiyah itu bahasa gaulnya bahasa Arab. Jadi, pantas saja aku tak mengerti. Karena biasanya bahasa Arab yang kudengar, bahasa Arabnya Al-Qur'an.

Tapi untungnya mereka juga bisa berbahasa Inggris. Jadi tak perlu menggunakan jasa penerjemah bahasa Arab, agar mereka mengerti maksud omongan kita. Ohya, aku belum ngasih tahu ya berapa banyak jumlah mereka yang mau konser. Ada 12 orang yang datang ke Jogja malam itu. Sebelum ke Jogja, mereka juga sudah mengadakan konser di Jakarta. Aku juga masih ingat nama-nama mereka, sekalipun hanya beberapa orang yang kutahu nama lengkapnya. Mereka adalah, Shamira sebagai vokalisnya, 'Ala Ishaq, Mohammad Jamal Rjoub, Hanin Jamal Rjoub, Rahaf Y. Madieh, Basil, George Ghattas, Eleni Mustaklem, Hiba Omari, Husein, dan Jaqob Hammodeh sebagai musikus, dan Mohammed 'Awar sebagai manajer timnya. 


Jerusalem Arabic Ensamble Team Dinner with Team from UMY and PP Muhammadiyah
Dari nama-nama yang kusebutkan di atas, kalau teman-teman semua jeli membacanya, pasti tahu kalau ada dua nama yang nama belakangnya sama. Ya, Hanin dan Mohammad. Kenapa bisa sama ya? Apa mereka bersaudara? Yup, betul sekali. Mereka adalah saudara kandung. Mohammad itu adiknya Hanin, makanya nama belakang mereka berdua sama, Hanin Jamal Rjoub dan Mohammad Jamal Rjoub. ^_^ Hanin Jamal Rjoub ini juga orang yang pertama kali kukenal diantara 11 orang lainnya.

Oya, sebelumnya, mungkin kita juga perlu tahu kalau ada dua organisasi Islam di Palestina yang sama-sama ingin memperjuangkan kemerdekaan Palestina, yakni Hamas dan Fatah. Hanya saja, cara mereka dalam berjuang itu yang berbeda. Tulisanku yang sebelumnya (Daripada Meratapi Nasib, Nyok Tulis yang Lain Lagi!) juga sedikit menyinggung masalah ini. 

Sekedar info, kelompok Fatah ini bisa dikatakan lebih moderat dalam melakukan perjuangan kemerdekaan. Untuk mewujudkan cita-cita menjadi negara Palestina yang merdeka dan bebas dari belenggu penjajahan Israel, mereka tidak hanya berjuang dengan melawan langsung orang-orang Israel seperti yang dilakukan oleh kelompok Hamas, tapi mereka juga menggalang dukungan dari negara lain untuk menciptakan perdamaian dan kebebasan bagi rakyat dan bangsa Palestina. Nah, salah satu cara mereka menggalang dukungan itu seperti mengadakan konser perdamaian ke seluruh penjuru dunia, seperti yang dilakukan oleh tim Jerusalem Arabic Ensamble ini.

Sebut saja pada tahun 2014 ini, sudah ada lima negara yang sudah mereka kunjungi, selain Indonesia. Sayang mereka tidak sempat memberi tahu kami, negara mana saja yang sudah mereka sambangi tahun ini. Info yang kami dapat hanya ini, Indonesia menjadi negara yang cukup istimewa, karena menjadi negara kelima yang tahun ini dikunjungi. Sebab biasanya dalam jangka waktu 1 tahun, mereka hanya bisa mengunjungi 4 negara. Tapi tahun 2014 ini berbeda, karena mereka bisa mengunjungi 5 negara dalam setahun. 

Kembali lagi ke perkenalanku dengan Hanin.

Aku mengawali perkenalan dengan Hanin, saat kami sudah selesai menyantap makan malam. Ketika semua rombongan dari Palestina akan beranjak pergi menuju hotel, aku melihat Hanin masih berdiri di depan pintu. Rupanya ia tengah menikmati kelincahan seorang anak kecil yang bermain-main sendiri, sembari menunggu ibunya. Kemudian aku mendengar Hanin berseru kalau anak perempuan yang baru berusia 2,5 tahun itu sangat lucu dan imut. Ia juga menanyakan siapa nama anak itu. Aku pun memanggil anak perempuan yang kebetulan kukenal itu (karena dia anaknya Kaur Humas UMY, hehehe). Lantas aku berkata pada Hanin, "Her name is Rara. And what's your name?".

"Oh, my name is Hanin. And You?" Hanin balik bertanya padaku. Aku pun menjawabnya dengan menyebutkan nama panggilanku. "My name is Sakinah."

Hm... tapi entah karena suaraku yang terlalu kecil, atau ucapanku yang tidak terlalu jelas didengarnya, ternyata namaku berubah.

"Oh, Sukaina. Nice to meet you." Ujar Hanin. "The girl is so cute." Hanin berkata lagi dengan menunjuk Rara gemas.

Tanpa ba-bi-bu lagi aku segera menimpali perkataan Hanin dan membenarkan namaku yang salah diucapkannya. "Oh yes. But, I'm sorry Hanin, my name is SAKINAH, not Sukaina," kataku sambil tersenyum geli. Setelah sesi perkenalan yang cukup hangat ini, kami pun lantas berfoto bersama, sebagai bukti dan kenang-kenangan kalau Hanin pernah ke Indonesia, dan aku pun pernah bertemu serta berkenalan dengannya.

Hanin (wearing a pink veil)
Setelah sesi makan malam dan perkenalan singkat dengan Hanin, rombongan Jerusalem Arabic Ensamble mulai meninggalkan rumah makan yang kami singgahi bersama. Tanpa disangka kemudian, kepala Biro menanyakan siapakah gerangan yang esok hari akan menemani rombongan itu ke Merapi. Apakah masih jurnalis yang sebelumnya, ataukah hendak digantikan dengan jurnalis lain. Namun ternyata jurnalis yang sebelumnya ikut menjemput rombongan Palestina dari Bandara Adi Sucipto, tidak bisa ikut menemani mereka kembali keesokan harinya.

Lantas aku berkata pada mereka, "Kalau gitu, cuma tinggal dua orang jurnalis yang kemungkinan bisa ikut nemenin, Bu. Saya atau Ica."

"Ya sudah, bisa salah satu dari kalian yang nemenin. Sakinah atau Ica?" tanya kepala Biro kami lagi.

"Saya aja, nggak papa, Bu." Jawabku tanpa pikir panjang lagi.

Setelah memberikan jawaban itu, barulah terlintas dalam pikiranku kemungkinan lain yang mungkin saja akan dihadapi esok hari.

Aku, yang belum ahli berbahasa Inggris dan kaku untuk bekomunikasi menggunakan bahasa Inggris ini, tiba-tiba mengajukan diri dan menyanggupi menemani rombongan Palestina itu ke Lava Tour Merapi? Apakah bisa? Ah, jangan-jangan nanti aku malah lebih banyak diam dan memasang tampang pura-pura mengerti apa yang mereka katakan. Hahaha. Tapi tak apalah, yang penting melatih keberanian dulu berhadapan dengan orang asing 

Dan, sepanjang malam itu, kuhabiskan untuk mempersiapkan diri. Lebih tepatnya mungkin mempersiapkan mental dan kosa kata bahasa Inggris. Paling tidak esok aku bisa sedikit-sedikit menimpali pertanyaan dan perkataan mereka dengan bahasa Inggris yang kutahu. Masalah mereka nanti mengerti atau tidak apa yang kukatakan,  emm... lihat besoknya saja, hehehe.

bersambung ...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2 Ide Abstrak

Tidak peduli apa yang orang katakan padamu, kata dan ide bisa mengubah dunia. (Robbin Williams Dari film Dead Poet's Society) Ngomong-ngomong tentang ide, saya punya dua ide abstrak. Bisa jadi dua ide ini beberapa tahun yang akan datang akan menjadi kenyataan dan akan kita temui di dunia nyata. Dua ide yang mencuat dari pikiran saya itu adalah: 1. Ada alat yang bisa merekam mimpi manusia saat ia tertidur. 2. Ada alat yang bisa memanggil dengan kata kunci tertentu saat kita membaca Koran.  Baiklah, akan saya jelaskan dulu mengapa saya sampai punya dua ide itu. Pertama , saat saya atau kita semua dalam kondisi tidur, ada waktu dimana pikiran kita berada di dunianya sendiri, yakni dunia mimpi. Saat itu kita hidup di dunia kedua kita, alam mimpi. Berbagai macam hal tak terduga dan tak terdefinisi di dunia nyata akan kita temui dalam dunia kedua itu. Bahkan, bentuk-bentuk dan rupa-rupa manusia atau makhluk hidup lainnya tak menutup kemungkinan akan kita temui pula. Ambi

Dakwah Kontekstual di Era Digital

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya globalisasi di dunia ini baik dari segi ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya telah menjadikan kehidupan manusia mengalami alienasi , keterasingan pada diri sendiri atau pada perilaku sendiri, akibat pertemuan budaya-budaya yang tidak sepenuhnya terintegrasi dalam kepribadian umat manusia. Selama masih ada manusia yang hidup di muka bumi ini, selama itu pula lah satu hal yang dinamakan Dakwah itu perlu ada bahkan wajib ada. Karena setiap muslim berkewajiban untuk berdakwah, baik sebagai kelompok maupun individu, sesuai dengan kemampuan masing-masing, dalam segi ilmu, tenaga, dan daya. Dengan derasnya arus globalisasi yang juga menimpa umat islam, pelaksanaan dakwah seperti mengejar layang-layang yang putus. Artinya hasil-hasil yang diperoleh dari dakwah selalu ketinggalan dibanding dengan maraknya kejahatan dan kemaksiatan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah konsep dakwah yang sesuai dengan perkembangan

Mengukir Senja Di Suramadu #Part 2

Lomba Blog "Ide Untuk Suramadu" Mencari Sudut Terindah Deru mesin pesawat Air Asia mulai terdengar bising disertai tangisan seorang anak kecil, yang mengaku telinganya kesakitan. Beberapa kali kursi yang kududuki ikut sedikit berguncang, saat moncong kemudian diikuti badan pesawat mulai menyentuh gumpalan-gumpalan awan putih. Ketinggian pesawat juga mulai menurun perlahan. Dua orang pramugara dan tiga pramugari mulai berdiri dari tempatnya duduk. Mereka mulai menyisir semua tempat duduk penumpang yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Sembari terus melempar senyum, mereka berkata ramah, " Bapak, Ibu, penumpang pesawat Air Asia mohon semua alat elektroniknya dinonaktifkan. Dalam waktu lima belas menit lagi kita akan segera melakukan pendaratan. Dan mohon sabuk pengamannya dikenakan kembali. Terima kasih. " *Kurang lebih begitulah kata-kata yang kudengar dari mereka. Tapi jika kurang, ya bisa ditambah-tambah sendiri. Kalau lebih, simpan saja dah ya kelebihan