Dosen saya pernah berpesan, "Sakinah, jangan nonton film Korea terus," katanya dalam wall komentar di facebook. Saya pun meng-iyakannya, tapi saat itu saya juga belum berpikir kenapa. Setelah beberapa saat lamanya, saya tidak menghabiskan waktu senggang di malam hari dengan menonton film korea. Itu pun karena sebelumnya saya drop dan vakum dari yang namanya menonton film di laptop.
Setelah kesehatan saya kembali, aktivitas saya di pagi hingga sore hari berjalan lagi di kampus. Menjalani hari sebagai jurnalis kampus. Sementara di malam harinya, saya mulai lagi membaca-baca buku, dan juga tulisan-tulisan luar biasa di KBM. Saya pun akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kembali cerita yang pernah saya buat. Tak ada waktu di malam hari untuk saya menonton drama atau film Korea.
Dampaknya, saya bisa rutin setiap malam membubuhkan tulisan di atas laptop. Meski hanya beberapa paragraf saja, tapi itu ternyata cukup membantu saya untuk terus berpikir dan mengasah otak. Ide-ide melayang-layang di dalam otak saya. Mendesak untuk segera dikerangkeng dalam bait tulisan. Satu persatu, tiap kali ada ide yang mengetuk kepala, langsung saja saya tuliskan dalam laptop, note HP, kertas, atau dalam buku tulis.
Begitu seterusnya, hingga akhirnya saya menemukan jawaban kenapa dosen saya berpesan seperti itu. Masing-masing dari kita memiliki otak yang sama bentuknya, namun kreatifitasnya berbeda. Jika saya terus-terusan menonton drama Korea yang berepisod-episod itu, mungkin saja otak saya akan menjadi tumpul. Tumpul untuk mengeluarkan bahasa tulisan. Tumpul untuk menciptakan makna tersirat dalam sebuah puisi. Saya mungkin juga tidak bisa melayangkan otak dan pikiran ini secara bebas melanglang buana. Karena hanya terpaku pada cerita drama yang begitu-begitu saja.
Tapi saya juga tidak melarang bagi siapa pun yang punya hobi menonton drama Korea. Hanya saja, mungkin kita bisa menempatkan waktu, kapan kita harus menontonnya dan kapan harus mematikannya. Selain itu, hal lain yang saya rasakan setelah beberapa lama sering menonton film Korea, bahasa Korea jadi lebih familiar di telinga saya. Namun, mirisnya, bahasa Inggris jadi teramat asing bagi saya, padahal di kampus terkadang ada acara yang mengundang orang dari luar negeri. Dan mereka menggunakan bahasa Inggris dalam acara itu. Sementara saya, yang juga beberapa kali mendapat tugas untuk meliput acara seperti itu, masih harus menerka-nerka inti dari pembicaraan mereka, hingga akhirnya saya memilih untuk membuat rilis berita dari hand-out - hand-out yang tersedia di situ. Jika pun tidak ada, saya harus mencari orang yang bertanggungjawab pada acara itu untuk saya wawancara.
Jadi, intinya, saya harus mengakhiri hobi baru itu (menonton drama Korea).
Setelah kesehatan saya kembali, aktivitas saya di pagi hingga sore hari berjalan lagi di kampus. Menjalani hari sebagai jurnalis kampus. Sementara di malam harinya, saya mulai lagi membaca-baca buku, dan juga tulisan-tulisan luar biasa di KBM. Saya pun akhirnya memutuskan untuk melanjutkan kembali cerita yang pernah saya buat. Tak ada waktu di malam hari untuk saya menonton drama atau film Korea.
Dampaknya, saya bisa rutin setiap malam membubuhkan tulisan di atas laptop. Meski hanya beberapa paragraf saja, tapi itu ternyata cukup membantu saya untuk terus berpikir dan mengasah otak. Ide-ide melayang-layang di dalam otak saya. Mendesak untuk segera dikerangkeng dalam bait tulisan. Satu persatu, tiap kali ada ide yang mengetuk kepala, langsung saja saya tuliskan dalam laptop, note HP, kertas, atau dalam buku tulis.
Begitu seterusnya, hingga akhirnya saya menemukan jawaban kenapa dosen saya berpesan seperti itu. Masing-masing dari kita memiliki otak yang sama bentuknya, namun kreatifitasnya berbeda. Jika saya terus-terusan menonton drama Korea yang berepisod-episod itu, mungkin saja otak saya akan menjadi tumpul. Tumpul untuk mengeluarkan bahasa tulisan. Tumpul untuk menciptakan makna tersirat dalam sebuah puisi. Saya mungkin juga tidak bisa melayangkan otak dan pikiran ini secara bebas melanglang buana. Karena hanya terpaku pada cerita drama yang begitu-begitu saja.
Tapi saya juga tidak melarang bagi siapa pun yang punya hobi menonton drama Korea. Hanya saja, mungkin kita bisa menempatkan waktu, kapan kita harus menontonnya dan kapan harus mematikannya. Selain itu, hal lain yang saya rasakan setelah beberapa lama sering menonton film Korea, bahasa Korea jadi lebih familiar di telinga saya. Namun, mirisnya, bahasa Inggris jadi teramat asing bagi saya, padahal di kampus terkadang ada acara yang mengundang orang dari luar negeri. Dan mereka menggunakan bahasa Inggris dalam acara itu. Sementara saya, yang juga beberapa kali mendapat tugas untuk meliput acara seperti itu, masih harus menerka-nerka inti dari pembicaraan mereka, hingga akhirnya saya memilih untuk membuat rilis berita dari hand-out - hand-out yang tersedia di situ. Jika pun tidak ada, saya harus mencari orang yang bertanggungjawab pada acara itu untuk saya wawancara.
Jadi, intinya, saya harus mengakhiri hobi baru itu (menonton drama Korea).
wah... bener juga kalo kebanyakan nonton drama ya..
BalasHapussaya sukanya drama jepang
cerita nya gak gitu-gitu aja loh, trus di dalam nya ada banyak sekali pelajaran hidup yg berharga
boleh dicoba kalo ada waktu, hehe
kan asal gak terlalu tenggelam gak papa buat hiburan :D
drama jepangnya yang judulnya apa mbak Suma Tika? hehe, saya mah kurang update drama jepang.. :D
Hapus